Tugas
Individu
Belajar
Pembelajaran Sosiologi
Rendahnya Relevansi
Pendidikan
Riskamayanti
105380191210
Jurusan Pendidikan
Sosiologi
Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Muhammadiyah Makassar
2012
2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur Saya
panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas berkat Rahmat dan Hidayah- Nya, sehingga Saya dapat menyelesaikan tugas makalah
Belajar Pembelajaran Sosiologi ini yang membahas mengenai “ Rendahnya Relevansi
Pendidikan Di Indonesia”.
Sebelumnya, Saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini, tak terkecuali kepada guru pembimbing, teman- teman, dan juga semua orang yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini.
Harapan Saya, semoga makalah dari kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam memperdalam wawasan mengenai Belajar Pembelajaran Sosiologi khususnya Evaluasi Belajar dan Pembelajaran. Saya juga meminta maaf apabila ada kesalahan,dan kekuranga dalam isi makalah Saya ini, karena seperti pepatah “ Tak Ada Gading, yang Tak Retak” maka tak ada seorangpun yang luput dari kesalahan. Maka dari itu, Saya sangat mengharapkan saran ataupun kritik yang berguna untuk membangun dan memperbanyak pengetahuan Saya.
Sekian dan Terima Kasih,
Sebelumnya, Saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini, tak terkecuali kepada guru pembimbing, teman- teman, dan juga semua orang yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini.
Harapan Saya, semoga makalah dari kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam memperdalam wawasan mengenai Belajar Pembelajaran Sosiologi khususnya Evaluasi Belajar dan Pembelajaran. Saya juga meminta maaf apabila ada kesalahan,dan kekuranga dalam isi makalah Saya ini, karena seperti pepatah “ Tak Ada Gading, yang Tak Retak” maka tak ada seorangpun yang luput dari kesalahan. Maka dari itu, Saya sangat mengharapkan saran ataupun kritik yang berguna untuk membangun dan memperbanyak pengetahuan Saya.
Sekian dan Terima Kasih,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Pengarang
Riskamayanti
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bulan Mei selalu identik dengan Pendidikan. Hal ini dikarenakan setiap tanggal 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Indonesia. Meski diperingati setiap tahunnya, tidak semua pihak menyadari kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Sedangkan Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam.
Bulan Mei selalu identik dengan Pendidikan. Hal ini dikarenakan setiap tanggal 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Indonesia. Meski diperingati setiap tahunnya, tidak semua pihak menyadari kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Sedangkan Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam.
Rendahnya mutu dan relevansi
pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian
dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen
tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar
pendidikan tinggi di Indonesia memiliki masalah yang sangat mendasar. Melihat
permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan
dengan berbagai organisasi masyarakat. Pelaksanaan kerja sama ini dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan
kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari
peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti
tekonologi industri.
Masalah relevansi lebih terlihat saat banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara
kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di
atasnya. Selain itu juga dari banyaknya
lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan ( SMK)
dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari
satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan
teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi
juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu,
yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap
untuk bekerja.
Umumnya luaran yang diproduksi oleh
sistem pendidikan (lembaga-lembaga yang menyiapkan tenaga kerja) jumlahnya
secara kumulatif lebih besar daripada yang dibutuhkan di lapangan. Sebaliknya
ada jenis-jenis tenaga kerja yang dibutuhkan di lapangan kurang diproduksi atau
bahkan tidak diproduksi.
Beberapa hal di atas mnyebabkan
saya, tertarik untuk mekaji masalah Kondisi Pendidikan Di Indonesia, khususnya
Masalah Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dalam pemaparan makalah ini, Saya
menarik beberapa Rumusan Masalah untuk dikaji diantaranya:
1. Apa
yang di maksud dengan relevansi pendidikan ?
2. Bagaimana
tingkat relevansi pendidikan yang ada di Indonesia ?
3. Jalaskan
dampak dari tidak relevannya pendidikan yang ada di Indonesia ?
4. Bagaimana
upaya untuk meningkatkan relevansi pendidikan ?
C. Tujuan
Adapun tujuan saya dalam membahas
Masalah Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia, yaitu:
1. Untuk
menjelaskan apa sebenarnya itu relevansi pendidikan.
2. Untuk
memperlihatkan rendahnya tingkat relevansi peendidikan di Indonesia.
3. Untuk
memberikan penjelasan akan dampak yang ditimbulkan oleh relevansi pendidikan.
4. Untuk
menunjukkan cara meningkatkan relevansi pendidikan.
5. Untuk
sebagai tugas mid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Relevansi
Pendidikan
Relevansi berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan
dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau indtitusi yang
membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu
yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke
satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari
banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan
pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
Yaitu masalah yang berhubungan dengan relevansi (kesesuaian) pemilikan
pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan
masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Contoh: adanya kasus perusahaan-perusahaan
yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon
karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki ketrampilan kerja seperti
yang diharapkan. Relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna
secara langsung.
Pendidikan mempunyai tugas
menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan
selalu diupayakan seirama dengan tuntunan zaman. Perkembangan zaman selalu
memunculkan tantangan-tantangan baru yang sebagainya sering tidak diramalkan
sebelumnya.
Relevansi pendidikan adalah sejauh
mana system pendidikan dapat menghasilkan iuran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional. Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua
sector pembangunan yang beraneka ragam seperti sector produksi maka relevansi
pendidikan dianggap tinggi. Relevansi pendidikan dapat dilihat dengan mengikuti
alur input-proses-output. Masukan (input) dalam komposisi tertentu yang
diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua macam hasil, yaitu hasil
jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang (outcome).
·
Input pendidikan terdiri atas
kurikulum, siswa/peserta didik, guru/tenaga pendidik, sarana-prasarana, dana,
dan masukan lain.
·
Proses pendidikan meliputi seluruh
proses pembelajaran yang terjadi sebagai bentuk interaksi dari berbagai input
pendidikan.
·
Hasil pendidikan (output)
mencakup antara lain kemampuan peserta didik, yang dapat diukur melalui
prestasi belajar siswa.
·
Outcome pendidikan antara lain
peningkatan mutu lulusan, yang dapat dilihat antara lain melalui jumlah lulusan
yang melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dan jumlah lulusan yang dapat
bekerja. Dengan demikian, mutu input dan mutu proses merupakan faktor penentu
mutu hasil, baik yang berupa hasil jangka pendek maupun hasil jangka panjang.
Beberapa faktor yang berkenaan
dengan input pendidikan dapat dikelompokkan kedalam faktor rumah atau keluarga,
faktor sekolah, dan faktor siswa. Diantara ketiganya, sekolah merupakan
komponen input yang paling erat hubungannya dengan kebijakan pendidikan.
Kriteria Relevansi
Masalah relevansi pendidikan mencangkup sejauh mana sistem pendidikan
dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu
masalah-masalah seperti yang di gambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat
mengisi ssemua sektor pembangunan yang beranekaragam seperti sektor produksi,
sektor jasa, dan lain-lain. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas.
Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor
pembangunan baik yang saktual (yang tersedia) maupun yang potensial dengan
memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi
pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi
seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi
sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara
lain sebagai berikut:
·
Status lembaga pendidikan sendiri
masih bermacam-macam kualitasnya.
·
Sistem pendidikan tidak pernah
menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang.
· Peta kebutuhan tenaga kerja dengan
persyaratannya yang dapat dugunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga
pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.
B. Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah ini berkenaan dengan rasio antara tamatan
yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di
atasnya atau indtitusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif.
Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan
dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan
teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi
juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu,
yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap
untuk bekerja
Pentingnya
pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup seseorang atau
bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak
Pentingnya
pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup seseorang atau
bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak. Karena itu pendidikan harus dilakukan
secara sadar melalui sebuah kesengajaan yang terencana dan terorganisir dengan
baik. Semua demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan
sasaran lain meliputi obyek peserta, sarana dan prasarana penunjang pendidikan
yang lain.
Kecerdasan
intelektual tak akan berarti, tanpa adanya kecerdasan emosional yang dimiliki
oleh seseorang. Kecerdasan emosional atau lazim disebut EQ, diantaranya,
Memiliki kemampuan mengendalikan diri, sabar, ulet, tabah dan tahan uji dalam
menghadapi berbagai tantangan, toleransi dalam menghadapi berbagai perbedaan dan
konsisten dalam kebaikan.
Pendidikan yang berhasil membuat pribadi yang utuh,
bukan hanya mengutamakan kecerdasan intelektual dan emosional saja, fondasi
spiritual juga faktor kunci untuk keberhasilan. Kecerdasan spiritual, antara
lain, hatinya selalu terkait dengan Yang Maha Pencipta (Allah SWT). Hati dan
pikirannya selalu merasa dekat dan merasa diawasi oleh Allah SWT. Memiliki
kesadaran akan adanya akhir kehidupan dan kembali kepada-Nya. Ada perasaan
gundah dan gelisah ketika melakukan satu maksiat dan secepatnya bertaubat
kepada Allah.
Keutuhan pendidikan juga terlihat dari kecerdasan sosial yang dimiliki seseorang. Kecerdasan ini menunjukkan pada kita seberapa besar, nilai-nilai sosial diajarkan dalam sebuah pendidikan. Dan bagaimana prakteknya di lapangan saat seseorang terjun langsung dalam masyarakat. Untuk melihat kecerdasan ini dimiliki seseorang biasanya ditandai dengan keikhlasannya untuk berusaha memberikan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat. Mampu berempati pada kesulitan orang lain. Rela berkorban untuk kepentingan bersama, tidak mementingkan golongan, tapi kepentingan bersama yang lebih besar. Jika orang itu menjadi leader atau pemimpin, maka karyawan yang dipimpinnya merasa terayomi dan nyaman.
Keutuhan pendidikan juga terlihat dari kecerdasan sosial yang dimiliki seseorang. Kecerdasan ini menunjukkan pada kita seberapa besar, nilai-nilai sosial diajarkan dalam sebuah pendidikan. Dan bagaimana prakteknya di lapangan saat seseorang terjun langsung dalam masyarakat. Untuk melihat kecerdasan ini dimiliki seseorang biasanya ditandai dengan keikhlasannya untuk berusaha memberikan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat. Mampu berempati pada kesulitan orang lain. Rela berkorban untuk kepentingan bersama, tidak mementingkan golongan, tapi kepentingan bersama yang lebih besar. Jika orang itu menjadi leader atau pemimpin, maka karyawan yang dipimpinnya merasa terayomi dan nyaman.
Pendidikan
di Indonesia
Di
Indonesia, pendidikan diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia yang cerdas,
bertanggung jawab, bermoral, berkepribadian luhur, bertaqwa, dan memiliki
keterampilan. Dengan anggaran 20 % dari APBN. Maka tujuan ini bukanlah hal yang
mustahil. Sudah banyak bukti yang mendukung adanya peningkatan pendidikan ini.
Prestasi anak-anak bangsa juga banyak mengharumkan bangsa di berbagai kancah
internasional.
Namun
kita tidak boleh lengah, masih banyak pendidikan yang belum mencapai tujuannya.
Ini diindikasikan dengan banyaknya kerusakan moral di kalangan pelajar, seperti
beredarnya video-video porno yang bisa diakses melalui ponsel. Ini akibat dari
bebasnya pengawasan dan akses informasi yang masuk kepada masyarakat, tanpa ada
kontrol dari pihak yang terkait. Korupsi dan kolusi serta nepotisme masih
banyak kita temui dalam birokrasi pendidikan, sehingga menimbulkan konflik
dikalangan internal dan berpotensi untuk menimbulkan konflik perpecahan.
Pendidikan juga masih banyak yang kita lihat belum berpihak pada rakyat umum.
Di kalangan masyarakat mahalnya pendidikan membuat mereka lebih memilih untuk
memenuhi kebutuhan dasar, seperti makan, sandang dan papan. Belum tercapainya
tujuan pendidikan diakibatkan oleh:
1.
Belum terintegrasinya pendidikan
moral (agama) dengan pendidikan lainnya. Ada sebagian anggapan bahwa pendidikan
agama hanya dilakukan di pesantren, padahal di sekolah umum pendidikan agama
juga diajarkan hanya saja porsinya masih sedikit, sehingga belum maksimal.
2.
Pendidikan etika hanya terbatas pada
pengetahuan.
3.
Minimnya keteladanan.
4.
Sikap hidup yang semakin materialis
dan hedonis
Untuk
meminimalisasi hal ini, maka ada upaya yang bisa dilakukan, antara lain,
perbaikan kurikulum pendidikan secara menyeluruh, misalnya dengan melakukan
pendidikan alternatif tambahan diluar kurikulum. Perbaikan sistem pengajaran
dan pendidikan, penguatan keteladanan, penguatan nilai agama dalam kehidupan.
C. Faktor Penyebab Tidak Relevannya Pendidikan
Adanya
ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan
Kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan
ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya:
1.
Proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang
berkualitas proses pelaksanaan pendidikan baik serta nyaman untuk
pelajar.
2.
Sarana dan prasarana dalam pendidikan.
3.
Anggaran - anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan tersebut.
4.
Belum didukungnya Hasil-hasil pendidikan oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga
dan independen sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara
ojektif dan teratur.
5.
Kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses
belajar menjadi kaku dan tidak menarik.
6.
Sistem yang
berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk
melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
7.
Tenaga pengajar yang kurang handal,
bila dibandingkan dengan tenaga pengajar negara lain.
8.
Tenaga Kependidikan sebagai figur utama proses
pendidikan.
9.
Tenaga kependidikan sebagai manajer pendidikan.
10.
Masalah pendidikan dan kualitas manajemen pendidikan.
11.
Manajemen kinerja guru.
D. Tingkat
Relevansi Pendidikan Di Indonesia
Rendahnya Relevansi Pendidikan Di
Indonesia dapat dilihat dari banyaknya
lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak
tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh
lulusan SMU sebesar 24,75 %, Diploma/S1 27.5%, dan PT sebesar 36.6 %,
sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi
untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.
Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak
putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan
masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil
pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya
kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik
memasuki dunia kerja.
Masalah pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang serius. Bukti untuk
hal itu dapat disimak dari peringkat Human Development Index (HDI) yang
dipantau oleh UNDP yang menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia dari tahun
1996 bearada pada eringkat 102 dari 174 negara, tahun 1999 peringkat 105 dari
174 negara, dan tahun 2000 peringkat 109 dari 174 negara dan dalam prestasi
belajar yang dipantau oleh IAEA (International Association for the Evaluation
of Educational Achievement) di bidang kemampuan membaca siswa SD, Indonesia
berada pada urutan ke-26 dari 27 negara; kemampuan matematika siswa SLTP berada
di urutan 34 dari 38 negara; kemampuan bidang IPA siswa SLTP berada pada urutan
ke 32 dari 38 negara (T. Raka Joni, 2005).
E. Dampak dari Tidak Relevannya Pendidikan Di Indonesia
Relevansi Pendidikan yaitu masalah
yang berhubungan dengan relevansi (kesesuaian) pemilikan pengetahuan,
keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan masyarakat
(kebutuhan tenaga kerja). Jika hal ini tidak terjadi maka hal inilah yang
menimbulkan dampak yang di sebut dampak tidak relevannya pendidikan, yaitu:
1.
Bagi perusahaan-perusahaan yang
masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon
karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki keterampilan kerja seperti
yang diharapkan.
2.
Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu
yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke
satuan pendidikan di atasnya.
3.
Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan
dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
4.
Jumlah angka
pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia.
D. Upaya Meningkatkan/Memperkuat
Relevansi Pendidikan
Pembangunan pendidikan telah
membuahkan hasil yang relatif baik yang terlihat dari meningkatnya rata-rata
lama sekolah dan angka melek aksara penduduk usia lima belas tahun ke atas,
serta meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan pendidikan, yang ditandai
oleh meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) pada semua jenjang pendidikan
dan angka partisipasi sekolah (APS) pada semua kelompok umur anak-anak usia
sekolah. Dalam rangka memperkuat akses pendidikan, beberapa tahun terakhir ini
telah dilakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan partisipasi pendidikan
sekaligus menurunkan kesenjangan taraf pendidikan antarkelompok masyarakat
melalui, antara lain, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dengan
memberikan perhatian lebih besar pada daerah tertinggal.
“Terkait dengan perencanaan pendidikan, ada satu hal yang perlu ditekankan, peran Bappenas ada pada tingkat makro di program sampai ke kegiatan. Jadi Bappenas mendesain berapa pagu tiap program dan berapa pula detailnya pada kegiatan”, jelas Kepala Sub Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian PPN/Bappenas, Tatang Muttaqien saat menerima kunjungan kerja DPRD Kabupaten Kutai Kertanegara, di Ruang Serba Guna, Gedung Bappenas, Kamis (13/10).
Lebih lanjut Pak Tatang mengatakan,
program-program tersebut adanya di level eselon 1 (dirjen) dan kegiatan adanya
di level eselon dua. Berbeda dengan di masa lalu, Bappenas saat ini fokus pada
kerangka, dan kerangka tersebut ditujukan untuk memperkuat capaian
sasaran-sasaran pendidikan yang sudah disepakati dalam trilateral meeting
rencana kerja pemerintah (RKP) antara kementerian PPN/Bappenas dengan
Kementerian Keuangan.
Sasaran-sasaran ini dicapai melalui program-program dan melalui ditjen- ditjen yang ada. Terkait dengan pemerintah daerah, Ditjen yang sangat berkaitan erat adalah Ditjen Pendidikan Dasar, Ditjen Pendidikan Menengah dan Ditjen Pendidikan Formal dan Informal.
Sasaran-sasaran ini dicapai melalui program-program dan melalui ditjen- ditjen yang ada. Terkait dengan pemerintah daerah, Ditjen yang sangat berkaitan erat adalah Ditjen Pendidikan Dasar, Ditjen Pendidikan Menengah dan Ditjen Pendidikan Formal dan Informal.
Pendidikan formal dan informal
termasuk di dalamnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). “Kalau kita lihat
sasaran yang ingin di capai dalam pendidikan intinya adalah bagaimana
memperkuat akses, kemudian kualitas dan relevansi pendidikan. Tentu saja akses
tersebut nanti akan tekait dengan penyediaan sarana dan prasarana”, ujar Pak
Tatang.
Menciptakan lapangan kerja baik untuk para pengangguran maupun
lulusan-lulusan baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Membuka
pelatihan-pelatihan baik pelatihan keterampilan maupun kursus bagi pengangguran
agar mereka dapat melakukan kegiatan. Bagi pemerintah sebaiknya
menentukan kembali kurikulum berdasarkan kebutuhan manusia ketika akan memasuli
dunia kerja. Memperluas dunia kerja dari berbagai aspek kehidupan yang
menjadi kebutuhan manusia. Dapat di rinci penanggulangan
relevansi pendidikan ini antara lain:
1.
Dapat menyediakan kesempatan
pemerataan belajar artinya semua warga negara yang butuh pendidikan dapat
ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2.
Dapat mencapai hasil yang bermutu
artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan
tujuan yang telah dirumuskan.
3.
Pendidikan efektif perlu
ditingkatkan secara terprogram.
4.
Pelaksanaan kegaitan kurikuler dan
ekstrakurikuler dilakukan dengan penuh kesungguhan dan diperhitungkan dalam
penentuan nilai akhir ataupun kelulusa.
5.
Melakukan penyusunan yang mantap
terhadap potensi siswa melalui keragaman jenis program studi
6.
Memberi perhatian terhadap tenaga
kependidikan (prajabatan dan jabatan).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah pembuatan makalah ini saya menarik beberapa kesimpulan tentang
makalah ini, diantaranya:
Relavansi Pendidikan adalah masalah
pendidikan mencangkup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang di
gambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Relevansi pendidikan dapat
dilihat dengan mengikuti alur input-proses-output. Masukan (input) dalam
komposisi tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua
macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang
(outcome).
Adanya ketidakserasian antara hasil
pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan Kurikulum yang materinya
kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik
memasuki dunia kerja. Data
BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 24,75
%, Diploma/S1 27.5%, dan PT sebesar 36.6 %, sedangkan pada periode yang sama
pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat
pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.
Dampak yang di sebut dampak tidak
relevannya pendidikan, yaitu:
1.
Bagi perusahaan-perusahaan yang
masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon
karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki keterampilan kerja seperti
yang diharapkan.
2.
Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu
yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke
satuan pendidikan di atasnya.
3.
Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu,
yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap
untuk bekerja.
4.
Jumlah angka pengangguran yang
semakin meningkat di Indonesia.
Penanggulangan
relevansi pendidikan ini antara lain:
1.
Dapat menyediakan kesempatan
pemerataan belajar artinya semua warga negara yang butuh pendidikan dapat
ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2.
Dapat mencapai hasil yang bermutu
artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan
tujuan yang telah dirumuskan.
3.
Pendidikan efektif perlu
ditingkatkan secara terprogram.
B. Saran
Setelah mengkaji makalah ini saya
memberikan saran, yaitu:
1.
Perbanyaklah membaca.
2.
Tentukan terlebuh dahulu arah
pendidikan yang akan dipilih.
3.
Pemerintah hendaknya membuka
lapangan pekerjaan yang sesuai dengan lulusan yang banyak menganggur.
4.
Perbanyaklah membuka
sekolah-sekolah yang di butuhkan lulusannya.
5.
Sebaiknya kurikulum tidak
terlalu sering di rubah.
6.
Tingkatkan peran serta guru dalam
memantau peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Tirtarahardja, Umar. Dan Sulo La.
2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ø
Fityan. 2012. Masalah Pendidikan
Di Indonesia. Blogrol (Online). (http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/masalah-pendidikan-di-indonesia/,
Diakses 07 Januari 2013).
Ø
Idza ‘azamta. 2010. C. Masalah
Relevansi Pendidikan. Blogspot (Online).
(http://eeeemboh.blogspot.com/2010/12/c-masalah-relevansi-pendidikan.html,
Diakses 07 Januari 2013)
Ø
Kuntjojo. 2009. Masalah Efisiensi,
Efektivitas, Dan Relevansi Pendidikan Dalam Perspektif Manajemen Pendidikan. Blog at Wordpress (Online). (http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/14/masalah-efisiensi-efektivitas-dan-relevansi-pendidikan-dalam-perspektif-manajemen-pendidikan/,
Diakses 07 januari 2013).
Ø
Web Blog. 2012. Masalah Relevansi
Pendidikan. Blogspot (Online). (http://0900845.blogspot.com/2012/04/masalah-relevansi-pendidikan.html,
Diakses 07 Januari 2013).
Ø
nha’z active. 2012. Relevansi
Pendidikan. Blogspot (Online). (http://nha-active.blogspot.com/2012/01/relevansi-pendidikan.html,
Diakses 07 Januari 2013.