Senin, 30 Desember 2013

Rendahnya Relevansi Pendidikan



Tugas Individu
Belajar Pembelajaran Sosiologi
Rendahnya Relevansi Pendidikan


Riskamayanti
105380191210


Jurusan Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
2012



KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur Saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT, atas berkat Rahmat dan Hidayah- Nya, sehingga Saya dapat menyelesaikan tugas makalah Belajar Pembelajaran Sosiologi ini yang membahas mengenai “ Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia”.
Sebelumnya, Saya juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini, tak terkecuali kepada guru pembimbing, teman- teman, dan juga semua orang yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini.
Harapan Saya, semoga makalah dari kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam memperdalam wawasan mengenai Belajar Pembelajaran Sosiologi khususnya Evaluasi Belajar dan Pembelajaran. Saya juga meminta maaf apabila ada kesalahan,dan kekuranga dalam isi makalah Saya ini, karena seperti pepatah “ Tak Ada Gading, yang Tak Retak” maka tak ada seorangpun yang luput dari kesalahan. Maka dari itu, Saya sangat mengharapkan saran ataupun kritik yang berguna untuk membangun dan memperbanyak pengetahuan Saya.
Sekian dan Terima Kasih,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Pengarang


Riskamayanti



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 
      Bulan Mei selalu identik dengan Pendidikan. Hal ini dikarenakan setiap tanggal 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Indonesia. Meski diperingati setiap tahunnya, tidak semua pihak menyadari kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Sedangkan Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam.
           Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia memiliki masalah yang sangat mendasar. Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat. Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti tekonologi industri.
            Masalah relevansi lebih terlihat saat banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Selain itu juga dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan  ( SMK) dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
          Umumnya luaran yang diproduksi oleh sistem pendidikan (lembaga-lembaga yang menyiapkan tenaga kerja) jumlahnya secara kumulatif lebih besar daripada yang dibutuhkan di lapangan. Sebaliknya ada jenis-jenis tenaga kerja yang dibutuhkan di lapangan kurang diproduksi atau bahkan tidak diproduksi.
       Beberapa hal di atas mnyebabkan saya, tertarik untuk mekaji masalah Kondisi Pendidikan Di Indonesia, khususnya Masalah Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
            Dalam pemaparan makalah ini, Saya menarik beberapa Rumusan Masalah untuk dikaji diantaranya:
1.    Apa yang di maksud dengan relevansi pendidikan ?
2.    Bagaimana tingkat relevansi pendidikan yang ada di Indonesia ?
3.    Jalaskan dampak dari tidak relevannya pendidikan yang ada di Indonesia ?
4.    Bagaimana upaya untuk meningkatkan relevansi pendidikan ?
C. Tujuan
            Adapun tujuan saya dalam membahas Masalah Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia, yaitu:
1.    Untuk menjelaskan apa sebenarnya itu relevansi pendidikan.
2.    Untuk memperlihatkan rendahnya tingkat relevansi peendidikan di Indonesia.
3.    Untuk memberikan penjelasan akan dampak yang ditimbulkan oleh relevansi pendidikan.
4.    Untuk menunjukkan cara meningkatkan relevansi pendidikan.
5.    Untuk sebagai tugas mid.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Relevansi Pendidikan
            Relevansi berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau indtitusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Yaitu masalah yang berhubungan dengan relevansi (kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Contoh: adanya kasus perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki ketrampilan kerja seperti yang diharapkan. Relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara langsung.
            Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntunan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru yang sebagainya sering tidak diramalkan sebelumnya.
            Relevansi pendidikan adalah sejauh mana system pendidikan dapat menghasilkan iuran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sector pembangunan yang beraneka ragam seperti sector produksi maka relevansi pendidikan dianggap tinggi. Relevansi pendidikan dapat dilihat dengan mengikuti alur input-proses-output. Masukan (input) dalam komposisi tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang (outcome).
·      Input pendidikan terdiri atas kurikulum, siswa/peserta didik, guru/tenaga pendidik, sarana-prasarana, dana, dan masukan lain.
·      Proses pendidikan meliputi seluruh proses pembelajaran yang terjadi sebagai bentuk interaksi dari berbagai input pendidikan.
·      Hasil pendidikan (output) mencakup antara lain kemampuan peserta didik, yang dapat diukur melalui prestasi belajar siswa.
·      Outcome pendidikan antara lain peningkatan mutu lulusan, yang dapat dilihat antara lain melalui jumlah lulusan yang melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dan jumlah lulusan yang dapat bekerja. Dengan demikian, mutu input dan mutu proses merupakan faktor penentu mutu hasil, baik yang berupa hasil jangka pendek maupun hasil jangka panjang.
            Beberapa faktor yang berkenaan dengan input pendidikan dapat dikelompokkan kedalam faktor rumah atau keluarga, faktor sekolah, dan faktor siswa. Diantara ketiganya, sekolah merupakan komponen input yang paling erat hubungannya dengan kebijakan pendidikan.
Kriteria Relevansi
            Masalah relevansi pendidikan mencangkup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang di gambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
            Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi ssemua sektor pembangunan yang beranekaragam seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain-lain. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang saktual (yang tersedia) maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
            Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut:
·      Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.
·      Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang.
·  Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat dugunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.
B. Masalah Relevansi Pendidikan
            Masalah ini berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau indtitusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
            Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja
            Pentingnya pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup seseorang atau bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak
            Pentingnya pendidikan sebagai kegiatan yang menentukan kualitas hidup seseorang atau bangsa sudah menjadi kebutuhan mutlak. Karena itu pendidikan harus dilakukan secara sadar melalui sebuah kesengajaan yang terencana dan terorganisir dengan baik. Semua demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan sasaran lain meliputi obyek peserta, sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang lain.
            Kecerdasan intelektual tak akan berarti, tanpa adanya kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seseorang. Kecerdasan emosional atau lazim disebut EQ, diantaranya, Memiliki kemampuan mengendalikan diri, sabar, ulet, tabah dan tahan uji dalam menghadapi berbagai tantangan, toleransi dalam menghadapi berbagai perbedaan dan konsisten dalam kebaikan.
Pendidikan yang berhasil membuat pribadi yang utuh, bukan hanya mengutamakan kecerdasan intelektual dan emosional saja, fondasi spiritual juga faktor kunci untuk keberhasilan. Kecerdasan spiritual, antara lain, hatinya selalu terkait dengan Yang Maha Pencipta (Allah SWT). Hati dan pikirannya selalu merasa dekat dan merasa diawasi oleh Allah SWT. Memiliki kesadaran akan adanya akhir kehidupan dan kembali kepada-Nya. Ada perasaan gundah dan gelisah ketika melakukan satu maksiat dan secepatnya bertaubat kepada Allah.
            Keutuhan pendidikan juga terlihat dari kecerdasan sosial yang dimiliki seseorang. Kecerdasan ini menunjukkan pada kita seberapa besar, nilai-nilai sosial diajarkan dalam sebuah pendidikan. Dan bagaimana prakteknya di lapangan saat seseorang terjun langsung dalam masyarakat. Untuk melihat kecerdasan ini dimiliki seseorang biasanya ditandai dengan keikhlasannya untuk berusaha memberikan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat. Mampu berempati pada kesulitan orang lain. Rela berkorban untuk kepentingan bersama, tidak mementingkan golongan, tapi kepentingan bersama yang lebih besar. Jika orang itu menjadi leader atau pemimpin, maka karyawan yang dipimpinnya merasa terayomi dan nyaman.
Pendidikan di Indonesia
            Di Indonesia, pendidikan diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia yang cerdas, bertanggung jawab, bermoral, berkepribadian luhur, bertaqwa, dan memiliki keterampilan. Dengan anggaran 20 % dari APBN. Maka tujuan ini bukanlah hal yang mustahil. Sudah banyak bukti yang mendukung adanya peningkatan pendidikan ini. Prestasi anak-anak bangsa juga banyak mengharumkan bangsa di berbagai kancah internasional.
  Namun kita tidak boleh lengah, masih banyak pendidikan yang belum mencapai tujuannya. Ini diindikasikan dengan banyaknya kerusakan moral di kalangan pelajar, seperti beredarnya video-video porno yang bisa diakses melalui ponsel. Ini akibat dari bebasnya pengawasan dan akses informasi yang masuk kepada masyarakat, tanpa ada kontrol dari pihak yang terkait. Korupsi dan kolusi serta nepotisme masih banyak kita temui dalam birokrasi pendidikan, sehingga menimbulkan konflik dikalangan internal dan berpotensi untuk menimbulkan konflik perpecahan. Pendidikan juga masih banyak yang kita lihat belum berpihak pada rakyat umum. Di kalangan masyarakat mahalnya pendidikan membuat mereka lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makan, sandang dan papan. Belum tercapainya tujuan pendidikan diakibatkan oleh:
1.    Belum terintegrasinya pendidikan moral (agama) dengan pendidikan lainnya. Ada sebagian anggapan bahwa pendidikan agama hanya dilakukan di pesantren, padahal di sekolah umum pendidikan agama juga diajarkan hanya saja porsinya masih sedikit, sehingga belum maksimal.
2.    Pendidikan etika hanya terbatas pada pengetahuan.
3.    Minimnya keteladanan.
4.    Sikap hidup yang semakin materialis dan hedonis
            Untuk meminimalisasi hal ini, maka ada upaya yang bisa dilakukan, antara lain, perbaikan kurikulum pendidikan secara menyeluruh, misalnya dengan melakukan pendidikan alternatif tambahan diluar kurikulum. Perbaikan sistem pengajaran dan pendidikan, penguatan keteladanan, penguatan nilai agama dalam kehidupan.
C. Faktor Penyebab Tidak Relevannya Pendidikan
            Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan Kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor  diantaranya:
1.    Proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas proses pelaksanaan pendidikan baik serta nyaman untuk pelajar.
2.    Sarana dan prasarana dalam pendidikan.
3.    Anggaran - anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan tersebut.
4.    Belum didukungnya Hasil-hasil pendidikan oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen  sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara ojektif dan teratur.
5.    Kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik.
6.    Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
7.    Tenaga pengajar yang kurang handal, bila dibandingkan dengan tenaga pengajar negara lain.
8.    Tenaga Kependidikan sebagai figur utama proses pendidikan.
9.    Tenaga kependidikan sebagai manajer pendidikan.
10.    Masalah pendidikan dan kualitas manajemen pendidikan.
11.    Manajemen kinerja guru.
D. Tingkat Relevansi Pendidikan Di Indonesia
            Rendahnya Relevansi Pendidikan Di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur.  Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi  oleh lulusan SMU sebesar  24,75 %, Diploma/S1 27.5%, dan PT sebesar 36.6 %, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.  Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.  Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
            Masalah pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang serius. Bukti untuk hal itu dapat disimak dari peringkat Human Development Index (HDI) yang dipantau oleh UNDP yang menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia dari tahun 1996 bearada pada eringkat 102 dari 174 negara, tahun 1999 peringkat 105 dari 174 negara, dan tahun 2000 peringkat 109 dari 174 negara dan dalam prestasi belajar yang dipantau oleh IAEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) di bidang kemampuan membaca siswa SD, Indonesia berada pada urutan ke-26 dari 27 negara; kemampuan matematika siswa SLTP berada di urutan 34 dari 38 negara; kemampuan bidang IPA siswa SLTP berada pada urutan ke 32 dari 38 negara (T. Raka Joni, 2005).
E. Dampak dari Tidak Relevannya Pendidikan Di Indonesia
            Relevansi Pendidikan yaitu masalah yang berhubungan dengan relevansi (kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Jika hal ini tidak terjadi maka hal inilah yang menimbulkan dampak yang di sebut dampak tidak relevannya pendidikan, yaitu:
1.    Bagi perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki keterampilan kerja seperti yang diharapkan.
2.    Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya.
3.    Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
4.    Jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia.
D. Upaya Meningkatkan/Memperkuat Relevansi Pendidikan
            Pembangunan pendidikan telah membuahkan hasil yang relatif baik yang terlihat dari meningkatnya rata-rata lama sekolah dan angka melek aksara penduduk usia lima belas tahun ke atas, serta meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan pendidikan, yang ditandai oleh meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) pada semua jenjang pendidikan dan angka partisipasi sekolah (APS) pada semua kelompok umur anak-anak usia sekolah. Dalam rangka memperkuat akses pendidikan, beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan partisipasi pendidikan sekaligus menurunkan kesenjangan taraf pendidikan antarkelompok masyarakat melalui, antara lain, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dengan memberikan perhatian lebih besar pada daerah tertinggal.

“Terkait dengan perencanaan pendidikan, ada satu hal yang perlu ditekankan, peran Bappenas ada pada tingkat makro di program sampai ke kegiatan. Jadi Bappenas mendesain berapa pagu tiap program dan berapa pula detailnya pada kegiatan”, jelas Kepala Sub Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian PPN/Bappenas, Tatang Muttaqien saat menerima kunjungan kerja DPRD Kabupaten Kutai Kertanegara, di Ruang Serba Guna, Gedung Bappenas, Kamis (13/10).
            Lebih lanjut Pak Tatang mengatakan, program-program tersebut adanya di level eselon 1 (dirjen) dan kegiatan adanya di level eselon dua. Berbeda dengan di masa lalu, Bappenas saat ini fokus pada kerangka, dan kerangka tersebut ditujukan untuk memperkuat capaian sasaran-sasaran pendidikan yang sudah disepakati dalam trilateral meeting rencana kerja pemerintah (RKP) antara kementerian PPN/Bappenas dengan Kementerian Keuangan.
Sasaran-sasaran ini dicapai melalui program-program dan melalui ditjen- ditjen yang ada. Terkait dengan pemerintah daerah, Ditjen yang sangat berkaitan erat adalah Ditjen Pendidikan Dasar, Ditjen Pendidikan Menengah dan Ditjen Pendidikan Formal dan Informal.
            Pendidikan formal dan informal termasuk di dalamnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). “Kalau kita lihat sasaran yang ingin di capai dalam pendidikan intinya adalah bagaimana memperkuat akses, kemudian kualitas dan relevansi pendidikan. Tentu saja akses tersebut nanti akan tekait dengan penyediaan sarana dan prasarana”, ujar Pak Tatang.
            Menciptakan lapangan kerja baik untuk para pengangguran maupun lulusan-lulusan baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka.  Membuka pelatihan-pelatihan baik pelatihan keterampilan maupun kursus bagi pengangguran agar mereka dapat melakukan kegiatan.  Bagi pemerintah sebaiknya menentukan kembali kurikulum berdasarkan kebutuhan manusia ketika akan memasuli dunia kerja.  Memperluas dunia kerja dari berbagai aspek kehidupan yang menjadi kebutuhan manusia. Dapat di rinci penanggulangan relevansi pendidikan ini antara lain:
1.    Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya semua warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2.    Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
3.    Pendidikan efektif perlu ditingkatkan secara terprogram.
4.    Pelaksanaan kegaitan kurikuler dan ekstrakurikuler dilakukan dengan penuh kesungguhan dan diperhitungkan dalam penentuan nilai akhir ataupun kelulusa.
5.    Melakukan penyusunan yang mantap terhadap potensi siswa melalui keragaman jenis program studi
6.    Memberi perhatian terhadap tenaga kependidikan (prajabatan dan jabatan).


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Setelah pembuatan makalah ini saya menarik beberapa kesimpulan tentang makalah ini, diantaranya:
            Relavansi Pendidikan adalah masalah pendidikan mencangkup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang di gambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Relevansi pendidikan dapat dilihat dengan mengikuti alur input-proses-output. Masukan (input) dalam komposisi tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang (outcome).
            Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan Kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi  oleh lulusan SMU sebesar  24,75 %, Diploma/S1 27.5%, dan PT sebesar 36.6 %, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%.
            Dampak yang di sebut dampak tidak relevannya pendidikan, yaitu:
1.    Bagi perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki keterampilan kerja seperti yang diharapkan.
2.    Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya.
3.    Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
4.    Jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia.
Penanggulangan relevansi pendidikan ini antara lain:
1.    Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya semua warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
2.    Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
3.    Pendidikan efektif perlu ditingkatkan secara terprogram.
B. Saran
            Setelah mengkaji makalah ini saya memberikan saran, yaitu:
1.    Perbanyaklah membaca.
2.    Tentukan terlebuh dahulu arah pendidikan yang akan dipilih.
3.    Pemerintah hendaknya membuka lapangan pekerjaan yang sesuai dengan lulusan yang banyak menganggur.
4.    Perbanyaklah membuka sekolah-sekolah yang di butuhkan lulusannya.
5.    Sebaiknya kurikulum tidak terlalu  sering di rubah.
6.    Tingkatkan peran serta guru dalam memantau peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA
Ø  Tirtarahardja, Umar. Dan Sulo La. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ø  Fityan. 2012. Masalah Pendidikan Di Indonesia. Blogrol (Online). (http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/masalah-pendidikan-di-indonesia/, Diakses 07 Januari 2013).
Ø  Idza ‘azamta. 2010. C. Masalah Relevansi Pendidikan. Blogspot (Online). (http://eeeemboh.blogspot.com/2010/12/c-masalah-relevansi-pendidikan.html, Diakses 07 Januari 2013)
Ø  Kuntjojo. 2009. Masalah Efisiensi, Efektivitas, Dan Relevansi Pendidikan Dalam Perspektif Manajemen Pendidikan. Blog at Wordpress (Online). (http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/14/masalah-efisiensi-efektivitas-dan-relevansi-pendidikan-dalam-perspektif-manajemen-pendidikan/, Diakses 07 januari 2013).
Ø  Web Blog. 2012. Masalah Relevansi Pendidikan. Blogspot (Online). (http://0900845.blogspot.com/2012/04/masalah-relevansi-pendidikan.html, Diakses 07 Januari 2013).
Ø  nha’z active. 2012. Relevansi Pendidikan. Blogspot (Online). (http://nha-active.blogspot.com/2012/01/relevansi-pendidikan.html, Diakses 07 Januari 2013.