Kamis, 03 April 2014

Tujuan PTK

Tujuan Penelitian Tindakan Kelas

           Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai. Untuk mencapai sesuatu/tujuan dilakukan berbagai tindakan untuk memecahkan berbagai permasalahan. Perumusan tujuannya haruslah dilakukan dengan jelas, baik dan terencana.
         Penelitian Tindakan Kelas didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional.
           Jadi, Tujuan Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu hal yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran dalam kelas dan untuk mencapai hal yang diinginkan itu dilakukan dengan penelitian. Penelitian Tindakan Kelas ini pula dilakukan karena adanya masalah yang dihadapi pendidik dalam proses pembelajaran di kelas. Penelitian Tindakan Kelas diawali dengan kesadaran akan adanya permasalahan yang dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai telah berdampak kurang baik terhadap proses dan atau hasil belajar pserta didik, dan atau implementasi sesuatu program sekolah. Bertolak dari kesadaran mengenai adanya permasalahan tersebut, yang besar kemungkian masih tergambarkan secara kabur, guru kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam kalau perlu dengan mengumpulkan tambahan data lapangan secara lebih sistematis dan atau melakukan kajian pustaka yang relevan. Dengan adanya Penelitian Tindakan Kelas, kesalahan dan kesulitan dalam proses pembelajaran akan dengan cepat dianalisis dan didiagnosis, sehingga kesalahan dan kesulitan tersebut tidak akan berlarut-larut, jika kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki dan kesulitannya dapat segera diatasi, maka pembelajaran akan mudah dilaksanakan dan hasil belajar peserta didik diharapkan akan meningkat. Selain itu, Penelitian Tindakan Kelas dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru, apakah selama ini metode, strategi dan teknik yang digunakan sudah sesuai dengan materi dan karakteristik peserta didik. Sehingga hasil belajar peserta didik dapat menjadi lebih baik.
          Agar Penelitian Tindakan Kelas dapat dilaksanakan dengan baik, tentu saja kita perlu menyamakan persepsi apa sebenarnya tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
A. Tujuan Umum Penelitian Tindakan Kelas Pengembangan keterampilan guru berdasarkan persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi guru di kelasnya sendiri, dan bukannya bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan.

B. Tujuan Khusus Penelitian Tindakan Kelas
1. Memperbaiki dan meningkatkan layanan profesional guru dalam menangani proses pembelajaran
2. Mengembangkan keterampilan guru yang bertolak dari kebutuhan menanggulangi masalah pembelajaran di kelas
3. Membina tumbuhnya budaya meneliti oleh guru
4. Membina pemberdayaan professional guru (empowered), Seorang supervisor dituntut untuk mengenal dan memahami masalah-masalah pengajaran

C. Tujuan Sertaan Penelitian Tindakan Kelas Terjadinya proses latihan dalam jabatan oleh guru selama proses penelitian tindakan kelas dilakukan menumbuh kembangkan budaya meneliti di kalangan Guru

D. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas menurut Para Ahli
1. Menurut, Suhadjono tujuan penelitian tindakan kelas, yaitu:
a. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran disekolah
b. Membantu guru dan tenaga kekependidikan lainnya mengatasai masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam kelas
c. Meningkatkan sikap professional pendidik dan tenaga kependidikan
d. Menumbuh-kembangkan budaya akademik dilingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjuta (sustainable)

2. Menurut Kasihani, tujuan Penelitian tindakan kelas adalah:
a. Meningkatkan dan memperbaiki praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru, mengingat masyarakat kita berkembang begitu cepat. Hal ini akan berakibat terhadap meningkatnya tuntutan layanan pendidikan yang harus dilakukan oleh guru. PTK merupakan cara yang strategis bagi guru untuk meningkatkan atau memperbaiki layanan tersebut
b. Meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan atau perbaikan praktek pembelajaran di kelas hanya tujuan antara, sedangkan tujuan akhir adalah peningkatan mutu pendidikan. Misal, terjadi peningkatan motivasi siswa dalam belajar, meningkatnya sikap positif siswa terhadap mata pelajaran, bertambahnya keterampilan yang dikuasai, adalah merupakan beberapa contoh dari tujuan antara sebagai hasil jangka pendek dari peningkatan praktek pembelajaran di kelas. Sasaran akhirnya adalah meningkatnya mutu pendidikan
c. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif untuk memperbaiki pembelajaran, berdasar pada persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi guru di kelas.

3. Menurut Grundy dan Kemmis tujuan tindakan kelas, meliputi tiga hal yakni:
a. Peningkatan Praktik, untuk menemukan atau untuk menggeneralisasikan sesuatu yang terlepas dari kebutuhan dan tuntutan masyarakat pada umumnya
b. Pengembangan Profesional, keinginannya untuk meningkatkan kualitas kinerja agar lebih baik untuk mencapai hasil yang lebih optimal
c. Peningkatan Situasi Tempat Praktik, Guru yang professional dalam mengerjakan tugas mengajarnya, akan selalu memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan memanfaatkan berbagai rekayasa tekhnologi untuk untuk meningkatkan kualitas mengajarnya dan kinerjanya

4. Menurut Ditjen PMPTK, tujuan Penelitian tindakan kelas antara lain:
a. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah
b. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas
c. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan
d. Menumbuh-kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan/pembelajaran secara berkelanjutan.

5. Menurut Asikin, tujuan Penelitian tindakan kelas antara lain:
a. Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas
b. Untuk memperbaiki dan meningkatkan layanan professional pendidik dalam
c. Menangani proses belajar mengajar di kelas
d. Pengembangan keterampilan proses pembelajaran yang dihadapi guru di kelasnya
e. Sebagai proses latihan dalam jabatan dan layanan pembelajaran yang akurat.

6. Menurut Kunandar dalam Bukunya, disebutkan bahwa tujuan penelitian tindakan Kelas adalah sebagai berikut:
a. Untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dan siswa yang sedang belajar, meningkatkan profesionalisme guru, dan menumbuhkan budaya akademik dikalangan para guru
b. Peningkatan kualitas praktik pembeljaran di kelas secara terus menerus mengingat masyarakat berkembang secara cepat
c. Peningkatan relevansi pendidikan, hal ini dicapai melalui peningkatan proses pembelajaran
d. Sebagai alat training in-service,yang memperlengkapi guru dengan skill dan metode baru, mempertajam kekuatan analisisnya dan mempertinggi kesadaran dirinya
e. Sebagai alat untuk memasukkan pendekatan tambahan atau inovatif terhadap system pembelajaran yang berkelanjutanyang biasanya menghambat inovasi dan perubahan
f. Peningkatan hasil mutu pendidikan melalui perbaikan praktik pembeljaran di kelas dengan mengembangkan berbagai jenis ketrampilan dan menningktkan motivasi belajar siswa
g. Meningkatkan sikap profesionalpendidik dan tenaga kependidikan
h. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah, sehingga tercipta proaktif dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan
i. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan atau perbaikan proses pembelajran di samping untuk meningkatkan relevansi dan mutu hasil pendidikan juga situnjukkan untuk meningkatkan efisiensi peemanfaatan sumber-sumber daya yang terintegrasi di dalamnya.

7. Menurut Borg, menegaskan bahwa tujuan utama penelitian tindakan adalah pengembangan keterampilan guru berdasarkan persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi guru di kelasnya sendiri, dan bukannya bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan. Berdasarkan pada beberapa tujuan penelitian tindakan kelas yang dipaparkan diatas. Maka Output atau hasil yang diharapkan melalui PTK adalah peningkatan atau perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Peningkatan atau perbaikan kinerja siswa di sekolah
2. Peningkatan atau perbaikan mutu proses pembelajaran di kelas
3. Peningkatan atau perbaikan kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar lainya
4. Peningkatan atau perbaikan kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa
5. Peningkatan atau perbaikan masalah-masalah pendidikan anak di sekolah
6. Peningkatan dan perbaikan kualitas dalam penerapan kurikulum dan pengembangan kompetensi siswa
        Jika, dicermati secara mendalam beberapa tujuan penelitian tindakan tersebut diatas pada intinya, memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menemukan pemecahan masalah yang dihadapi sesorang guru
2. Memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran yang dilaksanakan guru demi tercapainya tujuan pembelajaran
3. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja pembelajaran yang dilaksanakan guru
4. Mengidentifikasi, menemukan solusi, dan mengatasi masalah pembelajaran di kelas agar pembelajaran bermutu
5. Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi siswa dan kelas yang diajarnya
6. Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi pembelajaran (misalnya, pendekatan, metode, strategi, dan media) yang dapat dilakukan oleh guru demi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran
7. Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara, dan strategi baru dalam pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran selain kemampuan inovatif guru
8. Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau berbasis penelitian agar pembelajaran dapat bertumpu pada realitas empiris kelas asumsi
9. Memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung di kelas Menurut Mohammad Asrori, tujuan PTK ini dapat dicapai dengan cara melakukan berbagai tindakan untuk memecahkan berbagai permasalahan pembelajaran yang selama ini dihadapi, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Oleh karena itu fokus utama penelitian tindakan kelas adalah terletak kepada tindakan-tindakan alternatif yang dirancang oleh guru kemudian di cobakan, dan dievaluasi untuk mengetahui efektivitas tindakan-tindakan alternatif itu dalam memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru

Sejarah PTK

Sejarah Penelitian Tindakan Kelas

           Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dalam bahasa Inggris disebut Classroom Action Research (CAR) merupakan ragam penelitian pembelajaran yang berkonteks kelas yang dilaksanakan oleh guru untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran, dan mencobakan hal-hal baru di bidang pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran. Pendek kata, PTK adalah ragam penelitian yang dimaksudkan untuk mengubah bebagai keadaan, kenyataan, dan harapan mengenai pembelajaran menjadi lebih baik dan bermutu dengan cara melakukan sejumlah tindakan yang dipandang tepat.

A. Sejarah Penelitian Tindakan Kelas
               Di Dunia Munculnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berasal dari inspirasi pendekatan ilmiah yang di kemukakan oleh seorang filsuf bernama John Dewey tahun 1910 dalam sebuah buku yang berjudul How We Think dan The Source of a Science of Educatio. Awal mulanya, Action recearch dikembangkan oleh seorang psikologi bernama Kurt Lewin dengan tujuan untuk mencari penyelesaian terhadap problem sosial, seperti pengangguran atau kenakalan remaja yang berkembang di masyarakat pada waktu itu. Action Research diawali oleh suatu kajian terhadap suatu problem secara sistematis. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali dikenalkan oleh Kurt Lewin. Pada waktu itu, PTK dipakai untuk mendeskripsikan penelitian yang merupakan perpaduan antara pendekatan eksperimental dalam bidang ilmu social dengan program tindakan social untuk menanggapi masalah social. Penelitian tindakan pertama kali dikembangakan oleh Kurt Lewin seorang Jerman pada tahun 1940-an. Ia seorang ahli psikologi social dan eksperimental. Ia adalah seorang yang peduli terhadap masalah-masalah social dan memfokuskannya pada proses kelompok partisipatif untuk menangani konflik, krisis, dan perubahan-perubahan yang umumnya ada dalam suatu organisasi. Lewin pertama kali mengemukakan istilah action research (penelitian tindakan) pada makalah-makalah yang ditulisnya pada tahun 1946, yang antara lain berjudul Action Research and Minority Problems, dan Characterizing action research as “a Comparative Research un the Condition and Effect of Various Forms of social action and Research Leading to social Action”. Konsep inti PTK yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu:
1. Perencanaan (planning)
2. Aksi atau tindakan (acting)
3. Observasi (observing)
4. Refleksi (reflecting).
             Ahli lainnya yang kontribusinya pada bidang penelitian ini adalah Eric Trist, seorang ahli psikiatri social. Lewin dan Trist mengaplikasikan penelitian mereka pada perubahan system yang terjadi di dalam atau antar organisasi. Mereka menekankan keprofesionalannya dan berkolaborasi dengan klien dan menguatkan peran hubungan kelompok sebagai dasar untuk pemecahan masalah. Dalam perkembangannya, PTK tidak hanya digunakan untuk bidang social dan ekonomi. Pada tahun 1952-1953, Stephen Corey memakai model PTK untuk penelitian tindakan dalam dunia pendidikan. Menurutnya, dengan PTK perubahan dapat dilaksanakan dan dirasakan oleh semua praktisi pendidikan. Selama beberapa dekade penelitian tindakan dilupakan orang karena dianggap kurang ilmiah.
            Namun pada pertengahan tahun 1970-an, bidang ini berkembang dan memunculkan empat aliran utama yaitu :
1. Aliran tradisional
2. Contextural (action learning)
3. Radical
4. Penelitian tindakan yang berhubungan dengan pendidikan.
              Pada tahun 1967-1972 ada suatu proyek di Inggris yang menekankan pentingnya percobaan kurikulum dan pentingnya pengembangan kurikulum (Schools Council’s Humanities Curriculum Project atau HCP). Kepala HCP, Lawrence Steen House (1975) memperkenalkan istilah “the teacher as researcher” atau guru sebagai peneliti. Sekitar tahun 1972-1975, ada proyek yang dinamakan Ford Teaching Project, yang dipimpin oleh John Elliot dan Clem Adelman (Hopkins, 1993 : 32). Ada 40 guru Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah yang dilibatkan dalam penelitian ini untuk menelaah praktek kelasnya dengan penelitian tindakan, sebagai upaya memperbaiki dan meningkatkan pengejaran mereka. Dari sinilah muncul istilah penelitian tindakan kelas. Pada tahun 1976 didirikan suatu jaringan penelitian tindakan kelas yang dinamakan classroom action research, yang berpusat di Cambridge Institute. Selanjutnya pada tahun 1980-an guru-guru di proyek John Elliot memusatkan kegiatan pada “adanya kesenjangan antara mengajar untuk pemahaman dan mengajar untuk kebutuhan”. Sejak saat itu, banyak perhatian ditujukan pada PTK, karena semakin tingginya kesadaran guru akan manfaat PTK. Pada awal tahun 1980, di Amerika, muncul suatu keinginan untuk mewujudkan kolaborasi dalam upaya mengembangkan profesionalisme antara pendidik dan tenaga kependidikan. Gideonse (1983) mengemukakan bahwa restorasi terhadap pendekatan penelitian perlu diadakan sehingga penelitian yang dilakukan merupakan investigasi yang terkendali terhadap berbagai fase pendidikan dan pembelajaran dengan cara refleksi dan sistematis. Upaya kaloborasi ini dikenal sebagai tindakan atau Action research. Penelitian ilmiah yang digunakan Dewey sangat ideal, namun pendekatan demikian tidak mampu menyelesaikan masalah menjadi sebuah inkuiri sosial maupun kependidikan yang merupakan sebuah upaya kolaboratif dengan mjnculnya suatu kebutuhan yang mendesak dalam ilmu pendidikan yang lebih memfokuskan pada masalah praktek bukan pada teori . Kebutuhan terhadap sebuah upaya kolaboratif dalam menyibak tabir penelitian semakin hari dirasakan semakin mendesak. Pada akhir tahun 1970 dan awal 1980 di Amerika Serikat muncul keinginan mewujudkan kolaborasi, dengan demikian mampu mengembangkann profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan. Untuk itu, Gideonse (1983) mengemukakan perlu dilakukan restorasi terhadap pendekatan penelitian sehingga penelitian itu merupakan suatu investigasi terkendali terhadap berbagai fase pendidikan dan pembelajaran dengan cara reflektif dan sistematis. Dukungan kolaboratif semakin meluas ( Schon, 1983; Prunty dan Hively 1982). Upaya kolaboratif ini dikenal sebagi suatu penelitian tindakan (action research) Penelitian tindakan mengalami kemunduran selama kuran lebih dua puluh tahun ejak Hogkinson (1957) mengadvokasinya. Menurut sejarah kelahiran penelitian tindakan sesungguhnya sudah pernah digunakan stephen M. Carey (1950) untuk memperbaiki taraf kehidupan etnik Indian Amerika. Dalam ilmu sosial, Kurt levin (dalam McTaggart, 1993) memahami antara hubungan antara teori dan praktik sebagai aplikasi dari hasil penelitian.Menurut Levin kekuatan dari penelitian tindakan terletak pada fokus penelitian, yaitu masah-masalah sosial poitik. Kemmis (1982) bahkan menegaskan bahwa theory and acion might develop together from application of the scientific approach. Tokoh penelitian tindakan, yang juga aktor sosial (Levin, 1952) adalah Stephen M. Corey (1949,1952,1953). Ia mempelopori pemanfaatan penelitian tindakan untuk guru, yang kemudian dikenal dengan penelitian tindakan kelas. Itulah sekelumit sejarah penemuan penelitian tindakan kelas. Namun bagaimanapun yang terpenting bagi seorang pendidik khususnya, adalah penelitian tindakan kelas apabila dilakukan dengan prosedur yang benar, jelas akan melahirkan proses kegiatan belajaar-mengajar yang bermakna, bukan sekedar hasil, tapi juga proses kegiatan belajar itu sendiri. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial berkebangsaan Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc. Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan sebagainya. Di Indonesia sendiri PTK baru diperkenalkan pada akhir dekade 80-an (Aqib, 2006:87).

B. Sejarah Penelitian Tindakan Kelas Di Indonesia
              Di Indonesia PTK masih dapat dikatakan relatif muda, karena selama ini model penelitian di kelas berupa penelitian kuantitatif. Paradigma lama beranggapan bahwa kelas hanya merupakan lapangan tempat uji coba teori, tempat menyebarkan angket penelitian tanpa ada usaha melibatkan guru sebagai tim peneliti, padahal guru merupakan kunci keberhasilan metode pembelajaran yang hendak diujicobakan. Dengan munculnya PTK diharapkan akan menghapus paradigma seperti itu. Gurulah yang lebih tahu permasalahan yang ada dikelasnya, yang pada gilirannya guru jugalah yang berperan mencari solusinya. PTK saat ini merupakan sarana yang paling ampuh dalam mencari solusi terhadap permasalahan dalam pembelajaran yang dialami guru. Perkembangan PTK di Indonesia masih relative muda. Pada tahun 1994-1995 proyek PGSD memprogramkan penelitian kebijakan dan penelitian tindakan dengan topic ke-SD-an. Namun pada waktu itu belum ditekankan pada penelitian tindakan kelas, karena PTK masih merupakan “hal baru”. Kemudian pada tahun 1996-1997, proyek penelitian guru SD memprogramkan penelitian tindakan kelas bagi dosen-dosen PGSD di seluruh Indonesia, bekerja sama dengan guru-guru SD. Sejak saat itu, penelitian tindakan kelas mulai berkembang sebagai suatu penelitian kolaboratif di dalam kelas sebagai upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berkembang dari istilah penelitian tindakan (action research) (Sanjaya, hal. 24). Oleh karena itu, untuk memahami pengertian PTK perlu ditelusuri pengertian penelitian tindakan terlebih dahulu. Penelitian tindakan mulai berkembang di Amerika dan berbagai negara di Eropa, khususnya dikembangkan oleh mereka yang bergerak di bidang ilmu sosial dan humaniora (Basrowi & Suwandi). Orang-orang yang bergerak di bidang itu dituntut untuk terjun mempraktikkan suatu tindakan atau perlakuan di lapangan. Mereka berarti langsung mempraktikkan tindakan yang telah direncanakan dan mengukur kelayakan tindakan yang diberikan tersebut. Menurut Kemmis (1988), penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial mereka (Sanjaya,). Dalam hal ini, penelitian tindakan memiliki kawasan yang lebih luas daripada PTK. Penelitian tindakan diterapkan di berbagai bidang ilmu di luar pendidikan, misalnya dalam kegiatan praktik bidang kedokteran, manajemen, dan industri (Basrowi & Suwandi). Bila penelitian tindakan yang berkaitan pada bidang pendidikan dilaksanakan dalam kawasan sebuah kelas, maka penelitian tindakan tindakan ini disebut PTK. Sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu PTK dikenal dan ramai dibicarakan dalam dunia pendidikan. Istilah dalam bahasa Inggris adalah Classroom Action Research (CAR). Dari namanya sudah menunjukkan isi yang terkandung didalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas.
              Dikarenakan ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian yang dapat diterangkan yaitu:
1. Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
2. Tindakan, menunjukkan pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.
3. Kelas, dalam hal ini tidak terkait pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Kelas adalah sebuah ruangan tempat guru mengajar dan untuk siswa yang sedang belajar. Tetapi pengertian tersebut salah, sehingga perlu ada penjelasan lebih terperinci tentang pengertian kelas. Menurut pengertian pengajaran, kelas bukan wujud ruangan, tetapi sekelompok peserta didik yang sedang belajar.
                Dengan demikian, penelitian tindakan kelas dapat dilakukan tidak hanya di ruang kelas, tetapi dimana saja tempatnya, yang penting ada sekelompok anak yang sedang belajar. Peristiwanya dapat terjadi di laboratorium, di perpustakaan, di lapangan olahraga, ditempat kunjungan, atau ditempat lain dimana siswa berkerumun belajar tentang hal yang sama. Ciri bahwa anak sedang dalam keadaan belajar adalah otaknya aktif berpikir, mencerna bahan yang sedang dipelajari. Dengan batasan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Arikunto dkk., 2006: 2-3). C. Penelitian Tindakaan Kelas Saat Ini Pada beberapa tahun terakhir ini, PTK mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya kesadaran para guru dan para peneliti di bidang pendidikan akan manfaat PTK bagi perbaikan proses pembelajaran di kelas. Sebenarnya PTK sudah dilaksanakan oleh guru sejak ada proses pembelajaran secara klasikal, meskipun tidak disadari oleh guru. Pada saat itu sudah dilakukan upaya perbaikan proses pembelajaran di kelas, namun pada saat itu belum dinamakan PTK. Sejak ada proses pembelajaran, praktis PTK sudah ada, hanya saja belum ada laporan secara tertulis tentang upaya perbaikan pembelajaran di dalam kelas. Akhir-akhir ini, penelitian tindakan yang berhubungan dengan pendidikan dan bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan cara guru mengajar di kelas dikenal dengan penelitian tindakan kelas, berkembang dengan pesat, terutama di negara maju seperti Amerika serikat, Inggris, dan Australia. Di Indonesia, penelitian tindakan kelas mulai diperkenalkan pada tahun 1990-an. Mengapa PTK perlu dilakukan oleh guru ? Menurut Hopkins (1993). Dari segi profesionalisme penelitian kelas yang dilakukan oleh guru dipandang sebagai satu unjuk kerja seorang guru yang profesionalkarna studi sistematik yang dilakukan terhadap diri sendiri dianggap sebagai tanda dari pekerjaan guru yang professional. Dari sisi ini ada dua argumentasi yang dapat dikemukakan oleh Hopkins (1993).
1. Guru yang baik perlu mempunyai otonomi dalam melakukan penelitian Professional sehingga sesungguhnya ia tidak perlu diberi tahu apa yang harus Dikerjakan.
2. Ketidaktepatan paradigma penelitian tradisional dalam membantu guru Memperbaiki kinerjanya dalam mengajar.

Prosedur Pelaksanaan PTK

Prosedur Pelaksanaan Penelitian

       Tindakan Kelas Prosedur adalah langkah-langkah yang dilalui atau yang harus dijalankan dalam melakukan suatu kegiatan. Pelaksanaan adalah bagaimana menjalankan lankah langkah atau prosedur dalam suatu kegiatan. Prosedur penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian melalui sistem berdaur dari berbagai kegiatan pembelajaran. Penelitian tindakan kelas (PTK) yaitu suatu upaya dari pihak terkait, khususnya guru sebagai pengajar, untuk meningkatkan atau memperbaiki proses belajar mengajar ke arah tercapainya tujuan pendidikan atau pengajaran itu sendiri. Penelitian Tindakan Kelas bukan hanya bertujuan mengungkapkan penyebab dari berbagai permasalahan pembelajaran yang dihadapi seperti kesulitan siswa dalam mempelajari pokok-pokok bahasan tertentu, tetapi yang lebih penting lagi adalah memberikan pemecahan masalah berupa tindakan tertentu untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.
           Pembahasan berikutnya akan menguraikan prosedur pelaksanaan PTK yang meliputi penetapan fokus permasalahan, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan yang diikuti dengan kegiatan observasi, interpretasi, dan analisis, serta refleksi. Apabila diperlukan, pata tahap selanjutnya disusun rencana tinda lanjut. Upaya tersebut dilakukan secara berdaur membentuk suatu siklus. Langkah-langkah pokok yang ditempuh pada siklus pertama dan siklus-siklus berikutnya. Sesudah menetapkan pokok permasalahan secara mantap langkah berikutnya adalah: Perencanaan tindakan, Pelaksanaan tindakan, Pengumpulan data (pengamatan/observasi), dan Refleksi (analisis, dan interpretasi)
             Hasil refleksi siklus pertama akan mengilhami dasar pelaksanaan siklus kedua. Setelah permasalahan ditetapkan, pelaksanaan PTK dimulai dengan siklus pertama yang terdiri atas empat tahap kegiatan. Hasil refleksi siklus pertama akan dapat diketahui keberhasilan atau hambatan dalam hasil tindakan, peneliti kemudian mengidentifikasi permasalahannya untuk menentukan rancangan siklus berikutnya. Kegiatan yang dilakukan dalam siklus kedua mempunyai berbagai tambahan perbaikan dari tindakan sebelumnya yang ditunjukan untuk mengatasi berbagai hambatan/ kesulitan yang ditemukan dalam siklus sebelumnya. Dengan menyusun rancangan untuk siklus kedua, peneliti dapat melanjutkan dengan tahap kegiatan-kegiatan seperti yang terjadi dalam siklus pertama. Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan peneliti belum merasa puas, dapat dilanjutkan pada siklus ketiga, yang tahapannya sama dengan siklus terdahulu. Tidak ada ketentuan tentang berapa siklus harus dilakukan, namun setiap penelitian minimal dua siklus dan setiap siklus minimal tiga pertemuan. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas yaitu:
1. Ada upaya peningkatan sehingga dalam judul tercermin tentang apa yang ditingkatkan.
2. Dalam upaya peningkatan ada cara atau tindakan yang dilakukan sehingga dalam judul juga tercermin jawaban bagaimana cara meningkatkan. Sehingga dalam PTK ada tindakan yang berbeda dengan pengajaran sebelumnya.
3. Terdapat subyek penelitian dalam judul tercermin siapa yang ditingkatkan.
           Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas yaitu:
1. Pembelajaran dilaksanakan sesuai jadwal dan silabus yang berlaku.
2. Tidak boleh mengganggu tugas guru.
3. Tidak terlalu banyak membuang waktu.
4. Konsisten dengan rancangan penelitian.
5. Masalah benar-benar yang dihadapi guru di kelasnya dimulai dari permasalahan yang sederhana, nyata, jelas dan tajam.
6. Selalu bertujuan untuk peningkatan mutu pembelajaran, kemajuan belajar dipantau. Peningkatan mutu pembelajaran membawa konsekuensi logis meningkatnya prestasi belajar siswa.
           Prosedur awal dari PTK adalah merasakan ada sesuatu yang ‘tidak beres’. Jika ada sesuatu yang tidak beres, pertanda ada masalah. Tentu saja masalah itu bukan satu, mungkin lebih dari satu. Oleh karena itu, peneliti (guru) perlu mencari fokus masalah yaitu masalah yang dianggap paling utama. Fokus masalah itu dianalisis oleh peneliti. Inti analisisnya adalah mengungkapkan faktor penyebab masalah, memprediksi implikasi (akibat yang bisa timbul jika masalah tidak diatasi), dan intervensi (deskripsi beberapa strategi pembelajaran sebagai alternatif untuk memecahkan masalah). Jadi penentuan masalah dan analisis masalah merupakan prosedur awal dari PTK. Prosedur kedua adalah rencana pemecahan masalah atau rencana tindakan. Hal-hal yang direncanakan pada tahap ini adalah memilih dan menentukan pokok bahasan yang akan dijadikan objek PTK; memilih dan menetapkan strategi pembelajaran sebagai tindakan pemecahan masalah; menyusun langkah-langkah penerapan strategi dalam bentuk desain atau rencana pembelajaran; merumuskan kembali masalah, dan diikuti dengan hipotesis tindakan. Jadi ada semacam kegiatan hierarkis pada prosedur ini. Dimulai dari pokok bahasan yang akan diteliti dan diakhiri dengan perumusan hipotesis tindakan. Perumusan kembali masalah dan hipotesis tindakan disarankan oleh Aleks Maryunis (2002) sebagai berikut: Masalah: Apakah dengan melakukan … dapat dicapai …? Hipotesis Tindakan: Dengan melakukan … dapat dicapai …. Prosedur ketiga adalah adalah penetapan rencana pengumpulan data. Hal yang direncanakan pada bagian ini adalah penyusunan instrumen pengumpul data. Instrumen yang disusun ditetapkan untuk pengumpulan data apa, digunakan kapan, dan yang menggunakan siapa, jika memerlukan responden, respondennya siapa dan jumlahnya berapa. Pada bagian ini benar-benar terlihat hal-hal yang berhubungan dengan pengumpulan data. Prosedur keempat adalah rencana analisis data. Pada bagian ini ditetapkan teknik untuk menganalisis data. Dengan cara atau teknik bagaimana data dianalisis, ditetapkan pada bagian ini. Selain itu, pada bagian ini juga ditetapkan interpretasi data atau refleksi. Dengan demikian, rencana tindakan selanjutnya dapat disusun berdasarkan hasil refleksi. Begitulah seterusnya sampai pada siklus yang kesekian.
            Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan PTK antara lain: Refleksi awal, perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
1. Refleksi Awal
           Refleksi awal yaitu pengajar merefleksikan masalah-masalah yang ada di kelasnya. Permasalahan pembelajaran bisa disebabkan oleh permasalahan kelas, yaitu apabila mayoritas siswa mengalami dan permasalahan individu bila hanya satu dua anak yang mengalami. Gejala permasalahan kelas yang mudah dikenali antara lain prestasi rendah, kelas pasif, partisipasi rendah, motivasi belajar siswa rendah dan lainnya. Kadang-kadang ide datang dari orang lain untuk melakukan PTK dengan mengajak guru di sekolah. Kegiatan refleksi awal ini terdiri dari identifikasi masalah, analisis masalah, perumusan masalah, dan perumusan hipotesis tindakan:
a. Identifikasi masalah yaitu menemukan masalah yang mengganggu proses belajar dan menghalangi tercapainya tujuan. Caranya adalah Renungkan, pikirkan, dan refleksikan kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan yang berdampak pada kurang optimalnya proses dan hasil belajar. Pengajar juga perlu mengidentifikasi kelebihan dan keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan sebagai acuan tindakan yang akan dilakukan.
b. Analisis masalah yaitu membandingkan atau mempertimbangkan masalah mana yang diprioritaskan atau mendesak untuk segera diatasi dan juga strategis. Masalah yang perlu dipilih adalah masalah yang sangat strategis, masalah yang sangat mendesak untuk segera diatasi, dalam penaganannya dapat dilakukan oleh pengajar dan sesuai dengan prioritas.
c. Perumusan masalah yaitu tindakan merumuskan semua permasalahan yang telah diidentifikasi dan di analisis secara cermat dan teliti dan dituangkan dalam sebuah kalimat atau pertanyaan. Rumusan masalah hendaknya jelas, spesifik dan operasional. Dalam merumuskan masalah perlu diperhatikan Masalah dirumuskan secara jelas, tidak mempunyai makna ganda, Masalah dapat dituangkan dalam kalimat tanya, Rumusan masalah pada umumnya menunjukan hubungan antar dua atau lebih variabel, Rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empirik yaitu memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan yang diajukan, dan Menunjukan secara jelas subjek penelitian
d. Hipotesis tindakan yaitu dugaan terhadap tindakan yang akan dilakukan nantinya. Hipotesis dikembangkan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan. Hipotesis yang baik harus dapat diuji secara empiris, artinya dampak tindakan yang dilakukan dapat diukur baik secara kualitatif ataupun kuantitatif.

2. Kegiatan Perencanaan
            Bila penyebab utama permasalahan kelas ditemukan, maka langkah berikutnya yaitu merencanakan tindakan. Rencana tindakan ini disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang telah dirumuskan. Tindakan harus berdasarkan teori-teori belajar, metode, strategi mengajar yang telah ada dan dari hasil penelitian sebelumnya mengenai tindakan tersebut. Rencana tindakan berupa langkah-langkah tindakan secara sistematis dan rinci. Peneliti perlu menentukan kriteria keberhasilan dari tindakan yang akan dilakukan agar ada target yang akan dicapai. Rencana tindakan meliputi: materi (bahan ajar), metode atau teknik mengajar, teknik dan instrumen observasi dan evaluasi, kendala yang mungkin timbul pada saat implementasi, dan alternatif pemecahannya

3. Kegiatan Pelaksanaan
            Setelah menyusun rencana tindakan, kegiatan berikutnya adalah mengimplementasikan tindakan dan mengamati hasilnya. Rencana tindakan diimplementasikan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran guru seperti yang direncanakan. Rencana tindakan yang merupakan prosedur suatu metode, strategi pembelajaran tertentu ini akan dilaksanakan dalam konteks sekolah tersebut dan tiap sekolah berbeda. Pada tahapan ini, rancangan strategi dan skenario pembelajaran diterap- kan. Skenario tindakan harus dilaksanakan secara benar tampak berlaku wajar. Pada PTK yang dilakukan guru, pelaksanaan tindakan umumnya dilakukan dalam waktu antara 2 sampai 3 bulan. Waktu tersebut dibutuhkan untuk dapat menyesaikan sajian beberapa pokok bahasan dan mata pelajaran tertentu. Pada tahap inilah pengajar berperan ganda, yaitu sebagai praktisi (pelaksana pembelajaran) dan sekaligus sebagai peneliti (pengamat).

4. Kegiatan Observasi
               Tahapan ini sebenarnya berjalan secara bersamaan pada saat pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Pada tahapan ini, peneliti (atau guru apabila ia bertindak sebagai peneliti) melakukan pengamatan dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan format observasi/penilaian yang telah disusun. Termasuk juga pengamatan secara cermat pelaksanaan skenario tindakan dari waktu ke waktu dan dampaknya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Data yang dikumpulkan dapat berupa data kuantitatif (hasil tes, hasil kuis, presensi, nilai tugas dan lain-lain) tetapi juga data kualitatif yang menggambarkan keaktifan siswa, atau antusias siswa. Observasi juga bisa dilakukan alat perekam mekanik-elektronik.

5. Refleksi
           Refleksi adalah evaluasi secara jujur oleh tim dan kolaborator terhadap proses dan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Refleksi dimaksudkan untuk mengindentifikasi kekurangan baik proses maupun hasilnya yang belum menunjukkan hasil maksimal. Bila sudah ditemukan kekurangannya, maka tim perlu mencari kekurangan dan menentukan solusi. Rancangan tindakan pada siklus berikutnya harus sudah disesuaikan dengan hasil refleksi. Perbaikan tindakan akan terus dilakukan sampai pada keadaan saturasi. Tahap ini meliputi kegiatan: menganalisis, memaknai, menjelaskan, dan menyimpulkan data yang diperoleh dari pengamatan (bukti empiris), serta mengaitkannya dengan teori yang digunakan (kerangka konseptual). Hasil refleksi ini dijadikan dasar untuk menyusun perencanaan tindakan siklus berikutnya. Refleksi yang tajam dan terpercaya akan diperoleh masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan tindakan berikutnya. Kadar ketajaman refleksi ditentukan oleh tingkat ketajaman dan keragaman instrumen observasi yang digunakan.
              Prosedur PTK terdiri dari empat langkah utama. Keempat langkah utama itu adalah perencanaan (plan), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Menurut Djojosuroto (2004: 146), keempat prosedur itu dapat dijabarkan seperti berikut ini:
1. Melaksanakan survei terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Teknik yang digunakan: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, tes, atau teknik lain
2. Mengidentifikasi berbagai masalah yang dirasakan perlu untuk segera dipecahkan. Misalnya: siswa sangat pasif selama pembelajaran
3. Merumuskan secara jelas, dengan disertai penjelasan tentang penyebab-penyebabnya. Misalnya siswa sangat pasif selama pembelajaran karena dalam memimpin pembelajaran guru hanya menggunakan teknik ceramah.
4. Merencanakan tindakan untuk mengtasi masalah yang muncul tersebut. Misalnya untuk pelajaran bahasa Indonesia guru menerapkan teknik bermain peran (role play) dengan mempertimbangkan bahwa dengan teknik tersebut siswa dapat mengembangkan keterampilan berbahasa dengan ragam yang dikehendaki.
5. Melaksanakan tindakan, yang dalam contoh di atas ialah menerapkan teknik bermain peran dalam pelajaran bahasa Indonesia.
6. Melakukan pengamatan terhadap kinerja dan perilaku siswa. Tujuannya adalah untuk mengetahaui ada tidaknya perubahan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
7. Menganalisis dan merefleksi: menjelaskan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tindakan. Misalnya dengan teknik bermain peran siswa mulai menammpakkan keberaniannya menggunakan bahasa Indonesia dengan ragam tertentu. Masalahnya: mereka masih terkesan malu-malu kucing.
8. Melakukan perencanaan tindakan ulang untuk meningkatkan kualitas kinerja seperti yang dihendaki dan/atau memecahkan masalah yang tersisa, yang di dalam contoh di atas adalah rasa malu-malu kucing. Ketika sampai ke langkah yang kedelapan ini, peneliti sudah memasuki siklus yang kedua.

Prinsip-prinsip PTK

Prinsip-Prinsip Penilaian Tindakan Kelas “Prinsip adalah suatu pegangan. Dan salah satu fungsi pegangan adalah untuk pedoman”. (Suyadi, 2012:29) Dalam melakukan suatu penelitian terutama dalam penelitian tindakan kelas (PTK) seorang peneliti memerlukan sebuah informasi yang benar kejelasannya, tidak boleh bersifat dugaan atau bahkan menduga-duga tapi seorang peneliti harus terjun langsung kelapangan untuk meneliti suatu masalah yang dialami oleh sekolah atau lembaga tertentu untuk mengetahui masalah atau kendala apa yang sedang mereka hadapi kemudian kita mencarikan solusi yang tepat dari masalah yang dialaminya. Selain dari pada ini peneliti juga harus memahami dan menerapkan apa yang dilakukan dapat berhasil dengan baik dengan memperhatikan sejumlah prinsip-prinsip atau pedoman yang harus dipenuhi. (Arikunto dkk, 2009:6) Dalam melakukan penelitian tindakan kelas terdapat sejumlah prinsip-prinsip atau pedoman yang harus dipenuhi. Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut. ( Suyadi,2012:6) 1. PTK dilakukan dalam lingkungan pembelajaran alamiah. Penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan secara alamiah yang berarti penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan alamiah tanpa harus mengganggu pembelajaran apalagi mengubah model atau metode pembelajaran. Artinya PTK ini dilaksanakan pada saat jam pelajaran berlangsung atau dapat dilakukan secara tersirat, dalam hal ini penelitian tindakan kelas tidak mengambil waktu khusus baik sebelum, selama atau setelah pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan bersamaan (seiring) dengan waktu mengajar guru (Suyadi, 2012:30) 2. Adanya kesadaran diri untuk memperbaiki kinerja Penelitian tindakan kelas ini berfungsi untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan karena masih adanya kekurangan pada saat melakukan pembelajaran sehingga dimunculkan PTK untuk memperbaiki kasus/kendala yang dialami oleh siswa. misalnya, kurangnya minat siswa untuk belajar, disinilah di butuhkan peran guru untuk membantu siswa membangkitkan minat siswa belajar dengan menggunakan pendekatan/strategi. Seperti, dengan menggunakan pendekatan, model-model pembelajaran yang sesuai materi yang diajarkan. (Arikunto,dkk. 2009:6-7) 3. Mengunakan Analisis SWOT sebagai Dasar Tindakan “Menurut Arikunto (2006:7) dalam Suyadi (2012:33) penelitian tindakan kelas (PTK) harus dimulai dengan melakukan analisis SWOT, yaitu Strength (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunity (kesempatan), dan Threat (ancaman)”. Dalam penelitian tindakan kelas analisis SWOT sangat dibutuhkan karena dalam penelitian guru harus memperhatikan strengh (kekuatan) dan weakness (kelemahan) guru dan siswa. setelah itu, guru memasukkan unsur opportunity (kesempatan), dan threat (ancaman). Dari keempat pernyataan diatas barulah penelitian tindakan kelas dapat berjalan dengan baik yaitu apabila guru dan siswa sejalan maksudnya guru dan siswa memiliki keselarasan dalam melaksanakannya. (Suyadi, 2012:33) 4. Upaya Empiris dan Sistemik Upaya empiris dan sistemik merupakan prinsip yang baru dapat dilaksanakan bila ketiga prinsip sebelumnya telah dilaksanakan. Analisis empiris ini telah dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan tindakan. Dapat dilakukan secara konkrit. Sistem pendidikan pun merupakan hal yang saling terkait satu sama lain. Yang artinya tidak dapat terlaksana dengan baik apabila ada satu hal yang tidak terlaksana, seperti bila kita ingin mengajar dengan baik tentu ada hal lain yang dipertimbangkan tidak hanya persoalan guru tetapi juga termasuk persoalan media, metode dan model pembelajaran serta situasi yang mendukung keterlaksanaanya. Dalam upaya empiris ini berkaitan dengan pengalaman. (Arikunto, dkk. 2009:8) 5. Ikuti Prinsip SMART dalam perencanaan Dalam hal ini SMART merupakan singkatan dari lima huruf yang mempunyai arti yag besar dalam perencanaan PTK, yaitu: 1) Smart : spesific, khusus atau tidak terlalu umum 2) Managable : dapat dikelola 3) Acceptable : dapat diterima, Achievable : dapat dijangkau 4) Realistic : operasional, tidak dilua jangkauan 5) Time-bound : diikat oleh waktu, terencana Yang artinya guru/peneliti dalam menyusun rencana tindakan harus memperhatikan hal-hal yang ada didalam SMART. Dalam hal ini unsur yang ketiga yaitu acceptable adalah bagian yang sangat penting, karena segala rencana yang ada tidak berjalan dengan baik apabila hal tersebut tidak dapat diterima oleh subjek yang diminta melakukan sesuatu oleh pendidik/guru.(Arikunto,dkk, 2009:8) Mengenal Beberapa Prinsip Dasar PTK, Hopkins (1993) menyebutkan ada 6 (enam) prinsip dasar yang melandasi penelitian tindakan kelas. 1. Prinsip pertama, bahwa tugas guru yang utama adalah menyelenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas. Untuk itu, guru memilki komitmen dalam mengupayakan perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran secara terus menerus. Dalam menerapkan suatu tindakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran ada kemungkinan tindakan yang dipilih tidak/kurang berhasil, maka ia harus tetap berusaha mencari alternatif lain. Dosen dan guru harus menggunakan pertimbangan dan tanggungjawab profesionalnya dalam mengupayakan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Prinsip pertama ini berimplikasi pada sifat penelitian tindakan sebagai suatu upaya yang berkelanjutan secara siklustis sampai terjadinya peningkatan, perbaikan, atau ‘kesembuhan’ sistem, proses, hasil, dan sebagainya. 2. Prinsip kedua bahwa meneliti merupakan bagian integral dari pembelajaran, yang tidak menuntut kekhususan waktu maupun metode pengumpulan data. Tahapan-tahapan penelitian tindakan selaras dengan pelaksanaan pembelajaran, yaitu: persiapan (planning), pelaksanaan pembelajaran (action), observasi kegiatan pembelajaran (observation), evaluasi proses dan hasil pembelajaran (evaluation), dan refleksi dari proses dan hasil pembelajaran (reflection). Prinsip kedua ini menginsyaratkan agar proses dan hasil pembelajaran direkam dan dilaporkan secara sistematik dan terkendali menurut kaidah ilmiah. 3. Prinsip ketiga bahwa kegiatan meneliti, yang merupakan bagian integral dari pembelajaran, harus diselenggarakan dengan tetap bersandar pada alur dan kaidah ilmiah. Alur pikir yang digunakan dimulai dari pendiagnosisan masalah dan faktor penyebab timbulnya masalah, pemilihan tindakan yang sesuai dengan permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis tindakan yang tepat, penetapan skenario tindakan, penetapan prosedur pengumpulan data dan analisis data. Obyektivitas, reliabilitas, dan validitas proses, data, dan hasil tetap dipertahankan selama penelitian berlangsung. Prinsip ketiga ini mempersyaratkan bahwa dalam menyelenggarakan penelitian tindakan agar tetap menggunakan kaidah-kaidah ilmiah. 4. Prinsip keempat bahwa masalah yang ditangani adalah masalah-masalah pembelajaran yang riil dan merisaukan tanggungjawab profesional dan komitmen terhadap pemerolehan mutu pembelajaran. Prinsip ini menekankan bahwa diagnosis masalah bersandar pada kejadian nyata yang berlangsung dalam konteks pembelajaran yang sesungguhnya. Bila pendiagnosisan masalah berdasar pada kajian akademik atau kajian literatur semata, maka penelitian tersebut dipandang sudah melanggar prinsip ke-otentikan. Jadi masalah harus didiagnosis dari kancah pembelajaran yang sesungguhnya, bukan sesuatu yang dibayangkan akan terjadi secara akademik. 5. Prinsip kelima bahwa konsistensi sikap dan kepedulian dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan. Hal ini penting karena upaya peningkatan kualitas pembelajaran tidak dapat dilakukan sambil lalu, tetapi menuntut perencanaan dan pelaksanaan yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu, motivasi untuk memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam (motivasi intrinsik), bukan sesuatu yang bersifat instrumental. 6. Prinsip keenam adalah cakupan permasalahan penelitian tindakan tidak seharusnya dibatasi pada masalah pembelajaran di ruang kelas, tetapi dapat diperluas pada tataran di luar ruang kelas, misalnya: tataran sistem atau lembaga. Perspektif yang lebih luas akan memberi sumbangan lebih signifikan terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan. Selain itu pula Menurut Hopkins, ada enam prinsip dalam penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu: 1. PTK tidak mengganggu kegiatan guru mengajar di kelas. Pekerjaan utama seorang guru adalah mengajar, sehingga dalam melakukan penelitian tindakan kelas seyogyanya tidak berpengaruh pada komitmennya sebagai pengajar. Ada tiga kunci utama yang harus diperhatikan, pertama guru harus menggunakan berbagai pertimbangan serta tanggung jawab profesionalnya dalam menemukan jalan keluar jika pada awal penelitian didapatkan hasil yang kurang maksimal. Kedua interaksi siklus yang terjadi harus mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan. Ketiga, acuan pelaksanaan tiap siklus harus berdasarkan pada tahap perancangan bukan pada kejenuhan informasi. 2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran. Dengan kata lain, sejauh mungkin harus menggunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru sementara ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh. 3. Metode yang digunakan harus bersifat andal (reliabel), sehingga guru dapat mengidentifikasikan serta merumuskan hipotesis dengan penuh keyakinan. Pada dasarnya, penelitian ini memperbolehkan “kelonggaran-kelonggaran” namun penerapan asas-asas dasar telaah taat kaidah tetap harus diperhatikan. 4. Peneliti adalah guru dan untuk kepentingan guru yang bersangkutan. Jadi masalah penelitian diusahakan berupa masalah yang merisaukan dan bertitik tolak dari tanggung jawab profesionalnya, hal ini bertujuan agar guru tersebut memiliki komitmen terhadap pengembangan profesinya. 5. Konsisten dengan prosedur dan etika. Dalam penyelenggaraan penelitian tindakan kelas, guru harus bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. Prakarsa penelitian harus diketahui oleh pimpinan lembaga, disosialisasikan kepada rekan-rekan serta dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. 6. Menggunakan wawasan yang lebih luas daripada perspektif kelas. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan penelitian sejauh mungkin harus menggunakan wawasan yang lebih luas dari tindakan perspektif, tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas atau pelajaran tertentu, melainkan perspektif misi sekolah secara keseluruhan. Menurut Hopkin dalam Kardi (2000). Ada enam prinsip penilaian tindakan kelas, tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Tugas utama guru adalah mengajar, dan apapun metode PTK yang diterapkannya sebaiknya tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar. 2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran. 3. Metodologi yang digunakan harus realibel, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang dapat dikemukakannya. 4. Masalah penelitian yang diambil oleh guru hendaknya masalah yang cukup merisaukannya dan bertolak dari tanggung jawab profesionalnya, guuru sendiri memiliki komitmen untuk pemecahannya. 5. Dalam pelaksanaan PTK, guru harus bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. 6. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan Classroom Exeeding Persepective. dalam arti permasalahan tidak dilihat secara terbatas dalam konteks kelas atau mata pelajaran tertentu (skala mikro) melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan (skala makro) Hopkins dalam Aqib (2007), mengemukakan ada enam prinsip yang harus diperhatikan dalam PTK, yaitu: 1. Metoede PTK yang diterapkan seyogyanya tidak mengganggu komitmen sebagai pengajar 2. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal 3. Metodologi yang digunakan harus reliable 4. Masalah program yang diusahakan adealah masalah yang merisaukankan, dan didasarkan pada tanggung jawab professional 5. Dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten dan memiliki kepedulian tinggi terhadap proses dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaannya 6. PTK tidak dilakukan sebatas dalam konteks kelas atau mata pelajaran tertentu melainkan dengan perspektif misi sekolah secara keseluruhan. Sehubungan dengan itu, maka Madya (2007) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK): 1. Bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan relevan dengan situasi nyata dalam dunia kerja 2. Subyek dalam PTK termasuk murid- murid 3. Dapat dilakukan dengan bekerjasama (kolaborasi) dengan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama 4. Guru dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan 5. Guru diharapkan mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih Diperlukan kerangka kerja agar semua tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi. Menurut Hopkins dalam Tahir (2011:82), terdapat 6 prinsip penelitian tindakan kelas. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1. Guru hendaknya tidak meninggalkan tugas utamanya, dan diharpkan mampu untuk terus memperbaiki kulaitas kinerjanya. 2. Teknik pengumpulan data dilaksanakan berkolaborasi denga jam mengajar, dengan cara sesederhana mungkin tetapi tetap dapat dibuktikan secara metodologis. 3. Metologi yang digunakan hendaknya dapat dipertanggung jawabkan reliabilitasnya dan sesuai dengan kaidah keilmuan. 4. Masalah yang terungkap adalah masalah yang aktual sehingga inovasi yang dituntut dari guru dapat terus meningkat. 5. Pelaksanaan PTK mengidahkan tata krama kehidupan berorganisasi. Artinya, PTK harus melibatkan kolaborasi dari tenaga pendidik lain agar tujuan yang ingin dicapai dapat maksimal. 6. Permasalahan hendaknya tidak meluas sehingga guru dapat benar-benar melaksanakan PTK dengan maksimal sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan siswa. Pelaksanaannya pun haruslah dapat melibatkan pihak yang terkait. Menurut Hopkins dalam Bahri (2012,10). berdasarkan dari pengertian penelitian tindakan kelas (PTK) dapat dicari tahu bahwa apa sajakah prinsip-prinsip dari penelitian tindakan kelas (PTK) ?. Nah, dari sini dapat dijelaskan prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas (PTK) yaitu sebagai berikut: 1. Penelitian tindakan kelas tidak boleh mengganggu kegiatan belajar mengajar di dalam kelas apa bila pembelajaran sedang berlangsung karena penelitian ini bersifat reflektif dimana seorang calon guru dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran didalam kelas secara profesional. 2. Dalam proses pengumpulan data tidak diperlukan waktu yang lama sebisa mungkin waktu yang digunakan tidak berlebihan sehingga tidak megganggu proses pembelajaran. 3. Dalam memilih sebuah metode, metode yang digunakan yaitu metode yang dapat merumuskan hipotesis yang dapat meyakinkan serta strategi yang digunakan yaitu strategi yang dapat diterapkan di dalam kelas dan dapat menjawab hipotesis yang telah dikemukankan. 4. Masalah penelitian yang diangkat diusahakan masalah guru yang memang benar – benar tidak dapat diselesaikan.sehingga dari penelitian ini ada solusi yang tepat digunakan dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik yang profesional. 5. Dalam melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) seorang guru harus konsisten terhadap yang ditelitinya dan memiliki etika yang baik dalam melakukan pekerjaannya sesuai dengan kaidah –kaidah ilmiah. 6. Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) seorang guru wajib memiliki wawasan yang luas dari pada perspektif kelas sehingga dalam meneliti bukan hanya permasalahan yang ada dalam kelas saja yang ditelitinya tapi dapat melihat dari segi visi dan misi sekolah tersebut. (Bahri,2012:10) Selain itu ada pula yang Memahami prinsip-prinsip apabila sedang melakukan penelitian tindakan kelas bertujuan agar informasi atau kejelasan tidak menyalahi kaidah yang ditentukan. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah: 1. Kegiatan nyata dalam situasi rutin, Kegiatan penelitian dalam situasi rutin, menjamin otentifikasi hasil yang lebih dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu penelitian tindakan kelas mesti dengan jadwal dan waktu yang tetap. 2. Kesadaran untuk memperbaiki, Setiap manusia tidak suka atas hal-hal yang statis, tetapi selalu menginginkan sesuatu yang lebih baik. Peningkatan dengan memperbaiki dilakukan terus-menerus sampai tujuan tercapai, tujuan yang tercapai kemudian akan tetap bersifat sementara, karena dilanjutkan lagi dengan keinginan yang, dan seterusnya. Penelitian tindakan kelas dilakukan bukan karena ada paksanaan atau permintaan dari pihak lain, tetapi harus atas dasar sifat manusiawi yang selalu belum puas terhadap segala hal. Agar peneliti memperoleh informasi atau kejelasan tetapi tidak menyalahi kaidah yang ditentukan, perlu kiranya difahami bersama prinsip-prinsip yang harus dipenuhi apabila sedang melakukan penelitian tindakan kelas. Secara umum prinsip-prinsip PTK tersebut adalah : 1. Tidak mengganggu komitmen guru sebagai pengajar 2. Metode pengumpulan data tidak menuntut waktu yang berlebihan 3. Metodologi yang digunakan harus reliable sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan 4. Masalah berawal dari kondisi nyata di kelas yang dihadapi guru 5. Dalam penyelenggaraan penelitian, guru harus memperhatikan etika profesionalitas guru 6. Meskipun yang dilakukan adalah di kelas, tetapi harus dilihat dalam konteks sekolah secara menyeluruh 7. Tidak mengenal populasi dan sampel 8. Tidak mengenal kelompok eksperimen dan control 9. Tidak untuk digeneralisasikan. Pakar lain menyebutkan prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: 1. Situasi biasa, Penelitian tindakan dilakukan oleh peneliti tanpa mengubah situasi yang biasa terjadi, karena kalau penelitian dilakukan dalam situasi yang berbeda dari biasanya, maka hasilnya mungkin berbeda jika dilaksanakan lagi dalam situasi aslinya. Oleh karena itu penelitian tindakan tidak perlu mengadakan waktu khusus untuk diamati, jadi harus dibiarkan apa adanya namun yang berbeda adalah adanya tindakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. 2. Kegiatan nyata/empirik, Penelitian tindakan dilakukan oleh peneliti dalam kaitannya dengan tugasnya sebagai guru atau kepala sekolah. Jadi tindakan yang dilakukan merupakan tindakan nyata yang dilakukan dalam tugasnya sehari-hari dan secara empirik memang terjadi di lapangan. 3. Peningkatan mutu atau pemecahan masalah, Penelitian tindakan merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan mutu sesuatu yang sudah ada dan biasa menjadi lebih baik lagi atau merupakan sebuah upaya untuk memecahkan masalah yang terjadi di kelas atau di sekolahnya. 4. Sukarela, Penelitian tindakan dilakukan bukan karena ada paksaan atau permintaan dari pihak lain, tetapi atas dasar sukarela, karena mengharapkan hasil yang lebih baik. 5. Sistemik, Berarti penelitian harus dilakukan secara terencana, terarah, dan teratur berdasarkan sebuah mekanisme tertentu. Jadi, jika guru mengupayakan cara mengajar yang baru, maka harus juga memikirkan tentang langkah-langkahnya, bahan ajarnya, sarana pendukung dan hal-hal yang terkait dengan cara baru tersebut. Jika kepala sekolah akan melakukan upaya manajemen yang baru maka harus dipersiapkan prosedurnya, kebijakan pendukungnya serta sosialisasi implementasinya. 6. Tindakan berbeda, Penelitian tindakan harus dapat menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan kepada siswa memang berbeda dari apa yang sudah biasa dilakukan. karena yang biasa sudah jelas menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena itu guru melakukan tindakan yang diperkirakan dapat memberikan hasil yang lebih baik. 7. Terpusat pada proses, bukan semata-mata hasil. Penelitian tindakan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru atau peneliti untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil , dengan mengubah cara, metode, pendekatan atau strategi yang berbeda dari biasanya. Cara, metode, pendekatan atau strategi tersebut berupa proses yang harus diamati secara cermat, dilihat kelancarannya, kesesuaian dengan dan penyimpangannya dari rencana, kesulitan atau hambatan yang dijumpai, dan lain-lain aspek yang berkaitan dengan proses. Sejauh mana proses ini sudah memenuhi harapan, lalu dikaitkan dengan hasil setelah satu atau dua kali tindakan berakhir. Dengan kata lain, dalam melaksanakan penelitian, peneliti tidak harus selalu berpikir dan mengejar hasil, tetapi mengamati proses yang terjadi. Hasil yang diperoleh merupakan dampak dari prosesnya. Jadi dalam penelitian tindakan harus ada indikator proses dan indikator keberhasilan. Terdapat kesalahan yang umum terjadi pada penelitian tindakan kelas adalah penonjolan tindakan yang dilakukan oleh guru, misalnya guru memberikan tes kepada siswa, guru memberikan tugas proyek kepada siswa atau yang sejenisnya. Pernyataan seperti itu kurang tepat, karena seharusnya yang ditonjolkan adalah kegiatan siswa, misalnya siswa mengamati proses tumbuhnya kecambah, siswa membandingkan dan mencatat hasilnya. Jadi guru harus melaporkan berlangsungnya proses belajar yang dialami oleh siswa, perilakunya, perhatian mereka pada proses yang terjadi, dan sebagainya.

Pengertian dan Karakteristik PTK

Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berkembang dari istilah penelitian tindakan (action research) (Sanjaya, hal. 24). Oleh karena itu, untuk memahami pengertian PTK perlu ditelusuri pengertian penelitian tindakan terlebih dahulu. Penelitian tindakan mulai berkembang di Amerika dan berbagai negara di Eropa, khususnya dikembangkan oleh mereka yang bergerak di bidang ilmu sosial dan humaniora (Basrowi & Suwandi, hal. 24-25). Orang-orang yang bergerak di bidang itu dituntut untuk terjun mempraktikkan suatu tindakan atau perlakuan di lapangan. Mereka berarti langsung mempraktikkan tindakan yang telah direncanakan dan mengukur kelayakan tindakan yang diberikan tersebut. Menurut Kemmis (1988), penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial mereka (Sanjaya, hal. 24). Dalam hal ini, penelitian tindakan memiliki kawasan yang lebih luas daripada PTK. Penelitian tindakan diterapkan di berbagai bidang ilmu di luar pendidikan, misalnya dalam kegiatan praktik bidang kedokteran, manajemen, dan industri (Basrowi & Suwandi, hal. 25). Bila penelitian tindakan yang berkaitan pada bidang pendidikan dilaksanakan dalam kawasan sebuah kelas, maka penelitian tindakan tindakan ini disebut PTK. Penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari “ Classroom Action Research” yaitu satu action research yang dilakukan di kelas. Action Research sesuai dengan arti katanya diterjemahkan menjadi penelitian tindakan, yang oleh Carr & Kemmis didefinisikan sebagai berikut : • Penelitian tindakan adalah satu bentuk inkuiri atau menyelidiki yang dilakukan oleh peserta yang terlibat dalam situasi yang diteliti, seperti siswa, guru, atau kepala sekolah. Menurut Mills (2000). • Penelitian tindakan sebagai “systematic Inquiri” yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah atau konselor sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai praktik yang dilakukan. Kesimpulannya Penelitian tindakan kelas adalah :Penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refkeksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa meningkat. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu jenis penelitian dengan pendekatan pemecahan permasalahan yang digunakan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan. Keberadaan PTK dinilai sangat bermanfaat, karena berbagai penelitian pendidikan yang dilakukan selama ini kurang dirasakan dampaknya dalam peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Penelitian-penelitian pendidikan yang ada umumnya dilakukan oleh peneliti baik dari perguruan tinggi maupun lembaga penelitian mandiri. Meskipun kelas sering dijadikan sebagai objek penelitian, tetapi permasalahan yang diteliti itu kurang dihayati oleh guru. Akibatnya guru tidak terlibatdalam pembentukan pengetahuan yang merupakan hasil penelitian. Untuk peningkatan kualitas pendidikan, guru tidak lagi sekedar perima pembaharuan dari hasil penelitian para peneliti, melainkan ikut bertanggung jawab serta berperan aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya sendiri melalui PTK yang dilakukan terhadap proses pembelajaran yang dikelolanya. Kegiatan penelitian bagi guru perlu dilakukan karena dalam praktek pelaksanaan pembelajaran sehari-hari seringkali berhadapan dengan permasalahan yang bersifat situasional, terjadi dalam kelas dimana ia melaksanakan pembelajaran yang mungkin saja permasalahan tersebut sifatnya khas hanya terjadi pada kelas tersebut dan tidak pada kelas lain. Permasalahan PTK lebih terfokus pada hal-hal yang berkenaan untuk memperbaiki proses pembelajaran dari sisi guru itu sendiri, siswa, suasana kelas, motivasi, komunikasi penalaran, aktivitas, kemampuan pemecaha masalah, aplikasi konsep, lingkungan, fasilitas, media, materi, evaluasi, dan lain-lain. Guru sebagai bagian dari fungsi pendidikan, tentu memiliki sikap tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dengan bertindak proaktif dan reaktif dengan melakukan antisipasi. Tindakan antisipasi terhadap permasalahan yang muncul, yang bias mengganggu dan menghambat proses dan hasil pembelajaran harus dilakukan melalui cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Tindakan tersebut haruslah terencana dengan matang sehingg dampak dari pelaksanaan tindakan tersebut dapat menyelesaikan masalah yang ada dan sekaligus dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Guru yang memiliki komitmen tinggi terhadap masa depan siswa dan bangsa ini, melaksanakan PTK mestinya menjadi kebutuhan dan bukan lagi merupakan kewajiban, karena jenis penelitian ini mampu memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran di kelas. Secara lugas dan singkat PTK dapat diartikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatakan pembelajaran di kelas. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam PTK guru dapat meneliti sendiri praktik pembelajaran yang ia lakukan di kelas. Dengan PTK guru dapat melakukan penelitian terhadap siswadan unsur lainnya dalam proses pembelajaran. Masalah yang diangkat dalam PTK ditemukan melalui refleksi diri. Dengan melakukan PTK, guru dapat mernperbaiki praktik pembelajaran menjadi lebih efektif. Dengan PTK guru tidak akan mengorbankan proses pembelajaran, karena PTK dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan guru sehari-hari. Dengan demikan, PTK tidak harus membebani pekerjaan guru dalam kesehariannya. Bahkan dengan melakukan PTK guru akan dapat meningkatakan kualitas proses dan hasil pembelajarannya sehingga guru tidak terganggu dalam mencapai target kurikulumnya. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas Semua penelitian memang berupaya untuk memecahkan suatu masalah. Dilihat dari segi masalah yang harus dipecahkan, PTK memiliki karakteristik antara lain, yaitu: 1. Masalah yang menjadi fokus penelitian tindakan kelas adalah masalah pembelajaran yang bersifat spesifik dan kontekstual. Masalah penelitian harus nyata yang berangkat dari persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Jadi, PTK akan dapat dilaksanakan jika guru sejak awal memang menyadari adanya masalah yang terkait dengan proses dan hasil pembelajaran yang ia hadapi di kelas. 2. Karakteristikberikutnya adalah pemecahan masalah yang terealisasi dalam kegiatan penelitian itu sendiri. Masalah yang telah dirumuskan kemudian dipecahkan secara profesional. Persoalannya adalah tidak semua guru mampu memecahkan masalah yang telah dialaminya selama bertahun-tahun dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru dapat meminta bantuan orang lain untuk membantu memecahkan masalah. Dalam konteks ini, guru berkolaborasidengan guru lain, atau dosen/pakar pendidikan. Secara bersama-sama mereka merencanakan dan melaksanakan penelitian untuk perbaikan pembelajaran yang diampu. Pemecahan masalah tampak dalam bentuk nyata kegiatan penelitian yang khas, yaitu adanya tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas. Tindakan-tindakan pemecahan masalah menggunakan siklus-siklus. Dalam proses pelaksanaan tindakan perlu adanya sikap reflektif yang berkelanjutan. Artinya pendekatannya lebih menekankan pada hasil refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kemajuan, kekurangan, hambatan, peningkatan, kemundurun, dan sebagainya. Hasil refleksi dari pelaksanaan tindakan menjadi bahan pertimbangan untuk menyempurnakan rencana siklus berikutnya. Ciri-ciri PTK yang membedakan dengan penelitian lain: 1. Adanya masalah PTK dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri guru bahwa praktik yang dilakukannya selama ini di kelas mempunyai masalah yang perlu diselesaikan. Dengan perkatan lain guru merasa bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam praktik pembelajaran yang dilakukannya. Contoh : Guru merasa risau karena hasil ketika latihan menunjukkan hanya 40% yang bisa menguasai penggunaan rumus matematika; Pertanyaan guru yang tidak pernah terjawab oleh sisa; Pekerjaan rumah yang tidak pernah diselesaikan. 2. Self-refleksitive inquiry atau penelitian melalui refleksi diri. Berbeda dengan penelitian biasa yang mengumpulkan data dari lapangan atau objek atau tempat lain sebagai responden. 3. Penelitian tindakan kelas dilakukan di dalam kelas, sehingga proses penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa dalam melakukan interaksi. 4. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran. Perbaikan dilakukan secara bertahap dan terus menerus. Sehingga PTK dikenal adanya siklus pelaksanaan berupa pola: perencanaan-pelaksanaan-observasi- refleksi- revisi. Kunci utama PTK adalah adanya action (tindakan) yang berulang-ulang. Jika lebih di rinci PTK memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut : 1. Bersifat siklis, artinya PTK terlihat siklis-siklis (perencanaan, pemberian tindakan, pengamatan dan refleksi), sebagai prosedur baku penelitian. 2. Bersifat longitudinal, artinya PTK harus berlangsung dalam jangka waktu tertentu (misalnya 2-3 bulan) secara kontinyu untuk memperoleh data yang diperlukan, bukan "sekali tembak" selesai pelaksanaannya. 3. Bersifat partikular-spesifik jadi tidak bermaksud melakukan generalisasi dalam rangka mendapatkan dalil-dalil. Hasilnyapun tidak untuk digenaralisasi meskipun mungkin diterapkan oleh orang lain dan ditempat lain yang konteksnya mirip. 4. Bersifat partisipatoris, dalam arti guru sebagai peneliti sekali gus pelaku perubahan dan sasaran yang perlu diubah. Ini berarti guru berperan ganda, yakni sebagai orang yang meneliti sekali gus yang diteliti pula. 5. Bersifat emik (bukan etik), artinya PTK memandang pembelajaran menurut sudut pandang orang dalam yang tidak berjarak dengan yang diteliti; bukan menurut sudut pandang orang luar yang berjarak dengan hal yang diteliti. 6. Bersifat kaloboratif atau kooperatif, artinya dalam pelaksanaan PTK selalu terjadi kerja sama atau kerja bersama antara peneliti (guru) dan pihak lain demi keabsahan dan tercapainya tujuan penelitian. 7. Bersifat kasuistik, artinya PTK menggarap kasus-kasus spesifik atau tertentu dalam pembelajaran yang sifatnya nyata dan terjangkau oleh guru; menggarap masalah-masalah besar. 8. Menggunakan konteks alamiah kelas, artinya kelas sebagai ajang pelaksanaan PTK tidak perlu dimanipulasi dan atau direkayasa demi kebutuhan, kepentingan dan tercapainya tujuan penelitian. 9. Mengutamakan adanya kecukupan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian, bukan kerepresentasifan (keterwakilan jumlah) sampel secara kuantitatif. Sebab itu, PTK hanya menuntut penggunaan statistik yang sederhana, bukan yang rumit. 10. Bermaksud mengubah kenyataan, dan situasi pembelajaran menjadi lebih baik dan memenuhi harapan, bukan bermaksud membangun teori dan menguji hipotesis. Karakteristik penelitian tindakan kelas antara lain: 1. an inquiry on practice from within; Karakteristik pertama dari PTK adalah bahwa kegiatannya dipicu oleh permasalahan praktis yang dihayati guru dalam pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu PTK bersifat practice driven dan Action driven, dalam arti PTK berujuan memperbaiki scara praktis, langsung – disini, sekarang atau sering disebut dengan penelitian praktis (practical inquiry). Hal ini berarti PTK memusatkan perhatian pada permasalahan spesifik konstekstual. Peran dosen LPTK pada tahap awal adalah menjadi sounding board (pemantul gagasan) bagi guru yang menghadapi permasalahan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. 2. Acollaborative effort between school teachers and teacher educators; Karena dosen LPTK tidak memiliki akses langsung, maka PTK diselenggarakan secara colaboratif dengan guru yang kelasnya menjadi kancah PTK. Karena yang memiliki kancah adalah guru sehingga para dosen LPTK yang berminat melakukan PTK tidak memiliki akses kepada kancah dalam peran sebagai praktisi. Oleh sebab itu ciri kolaboratif harus secara konsisten tertampilkan sebagai kerja sama kesejawatan dalam keseluruhan tahapan penyelenggaraan PTK, mulai dari identifikasi permasalahan, serta diagnosis keadaan, perancangan tindakan perbaikan, sampai dengan pengumpulan dan analisis data serta reflektisi mengenai temuan di samping dalam penyusunan laporan. 3. Reflective practice made public; Keterlibatan dosen LPTK dalam PTK bukanlah sebagai ahli pendidikan yang tengah mengemban fungsi sebagai pembina guru sekolah menengah atau sebagai pengembang pendidikan (missionary approach), melainkan sebagai sejawat, di samping sebagai pendidik calon guru yang seyogyanya memiliki kebutuhan untuk belajar dalam rangka mengakrabi lapangan demi peningkatan mutu kinerjanya sendiri. Dalam hubungan ini guru yang berkolaborasi dalam PTK harus mengemban peran ganda sebagai praktisi yang dalam pelaksanaan penuh keseharian tugas-tugasnya juga sekaligus secara sistematis meneliti praksisnya sendiri. Apabila ini terlksana dengan baik maka akan terbina kultur meneliti dikalangan guru, dan merupakan suatu langkah strategis dalam profisionalisme jabatan guru. Hal ini pelecehan profesi dalam bentuk penyedia jasa borongan utuk membuatkan daftar angka kridit dalam proses kenaikan pangkat fungsional guru yang menggejala akhir-akhir ini dapat diakhiri. Adapun ciri-ciri Penelitian Tindakan Kelas (PTK) antara lain: 1. Adanya masalah dalam PTK yang dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri guru bahwa apa yang dilakukan selama ini dikelas mempunyai masalah yang perlu disesuaikan. 2. Self Reflective Inquiry/Penelitian Melalui Refleksi; • PTK mempersyaratkan guru mengumpulkan data dari praktiknya sendiri melalui refleksi diri. • Guru mencoba mengingat kembali apa yang dikerjakan di dalam kelas, apa dampak tindakan tersebut bagi siswa. Memikirkan pula mengapa dampaknya seperti itu. Dikatakan oleh “Schmuck (1997 ) bahwa kita seperti melihat cermin tentang berbagai tindakan yang sudah kita lakukan dan harapan kita terhadap tindakan tersebut. 3. PTK dilakukan didalam kelas, focus penelitiam ini adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa dalam melakukan interaksi. 4. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran. Perbaikan dilakukan secara bertahapdan terus menerus selama kegiatan penelitian dilakukan. Kunci utama PTK adalah : Adanya tindakan (action) yang dilakukan berulang -ulang dalam rangka mencapai perbaikan yang diinginkan.

Aktivitas/Kreativitas Punk dalam Kontroversi di Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Punk adalah suatu ideologi tentang pemberontakan dan anti kemapanan. Dalam sejarah, tidak ada yang tahu persis kapan budaya punk ini muncul. Namun, telah banyak yang mencoba menulis tentang awal mula budaya ini walaupun muncul dalam beberapa versi. Kata punk sendiri berasal dari Bahasa Inggris, Yaitu “Public United Not Kingdom” yang berarti kesatuan masyarakat di luar kerajaan. Punk muncul sebagai bentuk reaksi dari masyarakat yang kondisi perekonomiannya lemah dan pengangguran di pinggiran kota inggris. Terutama kelompok anak muda dengan kondisi keterpurukan ekonomi sekitar tahun 1976-1977. Kelompok remaja dan para kaum muda ini merasa sistim monarkilah yang menindas mereka, dari sini muncul sikap resistensi terhadap sistem monarki. Punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyeleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi atau mendisorganisasi secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas). Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan situasi, tempat dan kondisi, maka bisa dikatakan punk berusaha untuk membebaskan diri dari kekuasan yang membelenggu. Kelahiran punk yang dijelaskan tadi membawa banyak perubahan sosial yang ternyata tidak hanya di Inggris saja. Ideologi ini menyebar keseluruh belahan dunia dari barat sampai ke belahan timur dunia. Ideologi punk terbentuk secara tidak langsung akibat dari aksi komunitas street punk yang sangat frontal terhadap pemerintahan di negara bagian eropa. Aksi punkers ( sebutan untuk anak punk ) menolak adanya pemberlakuan pajak yang tinggi, anti kapitalis, menginginkan adanya chaos, menolak dan mengecam paham Nazisme dan Fasisme dalam pemerintahan Inggris. Menentang keras Imprealism beserta politik Apartheid, menolak adanya paham Feodalism, tidak menginginkan dipakainya paham Neoliberalism sebagai paham ekonomi di seluruh negara sebagai bentuk dari perdagangan bebas, serta tidak menginginkan pemerintahan yang me”marjinal”kan masyarakatnya. Aksi komunitas punk yang turun ke jalan bersama dengan kaum skinhead ( kaum dari kalangan pekerja dan buruh ) pada akhirnya membuahkan hasil di mana adanya penghapusan paham Fasisme dan Nazisme di Eropa. Ikut melawan rezim militer di Rusia, ikut melatarbelakangi penghancuran tembok berlin di Jerman sebagai bentuk penghapusan kedua paham tadi di Eropa dan masih banyak aksi-aksi lainnya pada masa sekarang ini seperto melawan lembaga dunia WTO ( World Trade Organization ) yang merupakan lembaga pengelola perdagangan bebas. Kemudian pada perkembangan selanjutnya banyak aktivis, kaum cendikiawan dan terpelajar, buruh, tani, nelayan, serta kaum dari golongan masyarakat kalangan menengah ke bawah yang ikut bergabung dalam perjuangn kaum punk dan Skinheads ini seperti organisasi Black Bloc. Dalam sejarahnya, aksi ini mempunyai jumlah massa terbesar di dunia. ”Philosophy of Punk”, Craig O’Hara (1999) menyebutkan tiga pengertian Punk. Punk sebagai trend remaja dalam fashion dan musik. Punk sebagai pemula yang punya keberanian memberontak, memperjuangkan kebebasan dan melakukan perubahan. Punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat”, karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas dan kebudayaan sendiri. Dilihat dari hal-hal di atas yang sebenarnya keberadaan anak Punk sebenarnya tidaklah merugikan. Punk hanya muncul sebagai bentuk protes atas apa yang menurut mereka kurang baik. Protes punk lakukanpun tidak merugikan orang lain. Namun, kenapa masih ada juga masyarakat yang tidak suka akan keberadaan punk ? hal inilah yang sekaligus melatar belakangi Kami untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal-hal yang menjadi penyebab ketidak sukaan masyarakat akan keberadaan punk yang sekarang ini makin marak bermunculan diseluruh penjuru negeri, Kami bermaksud melakukan penelitian yang diberi judul ”Aktivitas/Kreativitas Punk dalam Kontroversi di Masyarakat”. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Mengapa aktivitas/kreativitas punk dalam lingkungan masyarakat menimbulkan kontroversi ?”. C. TUJUAN PENELITIAN Sejalan dengan rumusan masalah terebut di atas, maka tujuan penelitan ini adalah: 1. Untuk mencari hal-hal yang membuat masyarakat menimbulkan kontroversi mengenai aktivitas/kreativitas punk. 2. Untuk mencari pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan punk terhadap masyarakat di lingkungan sekitar. D. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat hasil penelitian yang diharapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis a. Bagi masyarakat yaitu memberi penjelasan tentang bagaimana aktivitas punk yang sebenarnya. b. Bagi perkumpulan punk memberi informasi kepada mereka, bahwa keberadaan mereka di tengah masyarakat menimbulkan kontroversi karena beberapa hal. c. Bagi pseneliti dapat memberikan bekal, wawasan, dan pengalaman bagi peneliti sebagai calon guru dalam menghadapi siswa yang berada dalam lingkup punk. 2. Manfaat Teoritis Dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan akurat tentang aktivitas/kreativitas punk dalam lingkungan masyarakat yang dapat menimbulkan kontroversi serta pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan akan keberadaan mereka (punk). BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Punk a. Pengertian Punk Punk adalah suatu ideologi tentang pemberontakan dan anti kemapanan. Dalam sejarah, tidak ada yang tahu persis kapan budaya punk ini muncul. Namun, telah banyak yang mencoba menulis tentang awal mula budaya ini walaupun muncul dalam beberapa versi. Kata punk sendiri berasal dari Bahasa Inggris, Yaitu “Public United Not Kingdom” yang berarti kesatuan masyarakat di luar kerajaan. Punk muncul sebagai bentuk reaksi dari masyarakat yang kondisi perekonomiannya lemah dan pengangguran di pinggiran kota inggris. Terutama kelompok anak muda dengan kondisi keterpurukan ekonomi sekitar tahun 1976-1977. Kelompok remaja dan para kaum muda ini merasa sistim monarkilah yang menindas mereka, dari sini muncul sikap resistensi terhadap sistim monarki. Punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyeleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi atau mendisorganisasi secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas). Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan situasi, tempat dan kondisi, maka bisa dikatakan punk berusaha untuk membebaskan diri dari kekuasan yang membelenggu. b. Sejarah Punk Tak ada yang tahu pasti kapan dan di mana munculnya budaya punk pertama kali. Tapi ada sebuah catatan penting ketika sebuah grup band dari Inggris yang dalam tiap pertunjukannya selalu dihadiri anak-anak muda dengan dandanan berbeda dari yang lain. Nama band itu adalah Sex Pistols dan hit mereka yang terkenal adalah “Anarchy in U.K.” Wabah ini secara cepat menyebar ke Eropa. Punk muncul sebagai bentuk reaksi masyarakat yang kondisi perekonomiannya lemah dan pengangguran di pinggiran kota-kota Inggris, terutama kelompok anak muda, terhadap kondisi keterpurukan ekonomi sekitar tahun 1976-1977. Kelompok remaja dan kaum muda ini merasa bahwa sistem monarkilah yang menindas mereka. Dari sini muncul sikap resistensi terhadap sistem monarki. Kemarahan-kemarahan ini diwujudkan dalam bentuk musik yang berisi lirik-lirik perlawanan dan protes sosial politik serta cara berpakaian yang tidak lazim. Konser-konser musik digelar sebagai media untuk mengampanyekan ide-ide mereka. Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir pada awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun kadang-kadang kasar, beat yang cepat dan menghentak. Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal. Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker. Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama. c. Kehidupan/Gaya Hidup Punk Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni). Dengan definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas). Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati. Sebaliknya, lagu lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat. Akibatnya punk dicap sebagai musik rock and roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi. Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka. Gaya hidup ialah relatif tidak ada seorangpun memiliki gaya hidup sama dengan lainnya. Ideologi diambil dari kata "ideas" dan "logos" yang berarti buah pikiran murni dalam kehidupan. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi maka punk kalisari pada saat ini mulai mengembangkan proyek "jor-joran" yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan kita. Dengan kata lain punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing. Punk di Indenesia berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro. CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi's, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya B. KERANGKA PIKIR Gaya hidup, ideologi dan perilaku anak-anak Punk seringkali dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat dan pemerintah. Lirik-lirik lagu Punk bercerita tentang jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat. Akibatnya Punk dicap sebagai musik rock n’ roll aliran kiri. Sehingga tidak mendapat kesempatan untuk tampil diacara televisi, perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka. Bagi para intelektual apalagi orang awam sangat sulit melihat gerakan Punk sebagai kekuatan yang serius bagi revolusi. Penggambaran Punk yang dilakukan media sebagai Punk Rocker adalah seorang yang biasa memakai drugs, mabuk dan merusak diri, suka berkeliaran dijalanan dan melakukan berbagai tindakan kriminal telah melemahkan posisi Punk dalam masyarakat dan justru dianggap sebagai satu ancaman politik. Walaupun begitu buruk citra anarko-punk dimata masyarakat dan Pemerintah, namun hal ini tidak menyurutkan gelombang baru Anarko-Punk untuk melakukan perubahan dan tindakan selama kurun waktu 80-an hingga 90-an. Anarchist Youth Federation (di Minnesota, Tenessee, California dan Manyland), Twin cities (dari Mineapolis) Anarchist Federation, Cabbage Collective (Philadelphia), Tools Collective (Boston) ; Positive Force (Wshington DC) serta banyak lagi organisasi-organisasi lain telah melakukan banyak kegiatan seperti pertunjukan dan acara pengumpulan dana bagi tujuan-tujuan yang baik untuk orang-orang yang membutuhkan. Banyak yang tahu pasti soal lahirnya kaum punk dan komunitasnya. Namun sebagian besar sumber menyatakan kalo kisah lahirnya kaum punk diawali pada tahun 1971 ketika Lester Bangs, wartawan majalah semi-underground Amerika, Creem, menggunakan istilah punk untuk mendeskripsikan sebuah aliran musik rock yang semrawut, asal bunyi, namun bersemangat tinggi. Musik tersebut dibuat dan digemari oleh para narapidana Amerika yang terkenal brutal, sadis dan psikopat. Kata punk itu sendiri lazim digunakan oleh kaum narapidana Amerika untuk nyebut partner atau pasangan pasif dalam hubungan homoseksual. Sejak saat itu, para napi disana seringkali menggunakan istilah punk dan punkers. Masyarakat cenderung tidak suka dan nolak keberadaan punk dan punkers. Tidak bakal ada orang yang doyan hombreng. Problemnya, tidak hanya masalah penampilan yang sering bikin orang lain gerah. Tapi, komunitas punk juga menggunakan kekerasan sebagai penyelesaian masalah. Malah, sampai saat ini punk tetep identik dengan brutalitas dan vandalisme. SKEMA KERANGKA FIKIR C. HIPOTESIS Berdasarkan hal-hal diatas diduga bahwa Keberadaan Punk sebenarnya di Masyarakat mendapat tempat yang kurang baik di Masyarakat karena ulah kebrutalan maraka sendiri. Lain halnya dengan Punk yang mampu menempatkan diirinya dengan baik di masyarakat juga mendapat tempat yang baik pula. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang masih belum memahami keberadaan para Anak Punk atau doktrin dalam masyarakat yang sudah memandang anak Punk sebelah mata. BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS DAN LOKASI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian social budaya yang dilakuka secara kualitatif 2. Lokasi Penelitian: Penelitian ini dilakukan pada beberapa Komunitas Punk di Kelurahan Parang Tambung, seperti Bontas Street Punk, SapBul Street Punk. B. FOKUS PENELITIAN Penelitian ini difokuskan pada, aktivitas Punk yang menyebabkan ketidaksukaan masyarakat terhadap mereka atau penyebab timbulnya kontroversi. Dan bagaimana memperbaiki hubungan keduanya dalam artian memberikan kedudukan pada Punk agar keberadaan mereka sedikit bisa dihargai. C. INFORMASI PENELITIAN Informasi diperoleh dari berbagai pihak, seperti: 1. Anak-anak Bontas Street Punk 2. Anak-anak SapBul Street Punk 3. Masyarakat sekitar Komunitas Punk tersebut D. INSTRUMENT PENELITIAN 1. Alat: Alat Tulis, Buku, Laptop, Camera, Handphone, dll. 2. Bahan: Komunitas-komunitas Punk, Masyarakat, Data-data Internet dll. E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalampenelitian ini adalah: 1. Observasi, data tentang kondisi anak Punk yang sebenarnya dan hubungan dengan masyarakat sekitar diambil dengan menggunakan observasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan beberapa indicator yang diamati. 2. Wawancara, data diambil dengan wawancara langsung dan tidak langsung. Karena kami juga mewawan cari beberapa komunitas Punk melalui Facebook dan Twitter. 3. Data, beberapa data diperoleh, dikelolah sesuai dangan kebutuhan peneliti. F. TEKNIK ANALISIS DATA Data yang diperoleh akan dianalisis untuk mencari beberapa pokok permasalahan yang hendak dicari jawabannya. Agar bisa dicari jalan keluar dari pokok permasalahan yang sebenarnya. G. KEAPSAHAN DATA Keapsahan data dapat dilihat dari Dokumentasi yang Kami ambil selama proses wawancara. Dan untuk informasi lain Kami mengambil dari internet karena ada beberapa hal yang Kami tidak dapatkan pada saat proses wawancara Kami lakukan. Keapsahan data dapat di ukur dengan tingkat: 1. Kredibilitas 2. Transferability/keteralihan 3. Auditability/Dependability 4. Confirmability (dapat dikonfirmasi) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Profil Lokasi Penelitian a. Alamat: Jalan. Bontoduri dan Jalan. Sappa Bulo. Intinya Daerah penelitian di Kelurahan Parang Tambung. b. Jumlah: 2 Komunitas beserta masyarakat disekitar komunitas. c. Keadaan Geografis: 1) Bontas Street Punk berada di Jalan Bontoduri 6, diakses dari sebelah Barat yaitu Jln. Mannuruki, sebelah Timur Jln Kumala, sebelah Utara Jln Dg. Tata, dan sebelah Selatan Jln. Alaudin. 2) Sapbul Street Punk berada di Jalan Sappabulo, diakses dari sebelah Barat melalui Jln. Parang Tambung, sebelah Timur Jln. Abdul Kadir, sebelah Utara Jln. Hartaco Indah, dan sebelah Selatan Jln. Dg. Tata. d. Karakter: Komunitas Punk: 1) Keras 2) Mudah tersinggung 3) Tidak mau berfoto dengan orang yang sepenuhnya belum dikenal 4) Sulit memberi informasi Masyarakat: 1) Ramah 2) Mudah memberi informasi 3) Baik 2. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Kami sebagai peneliti mendapatkan beberapa informasi dan pelajaran yang mengejudkan dari mereka para komunitas Punk maupun dari Masyarakat. Tapi, berdasarkan penelitian ini hasil yang Kami peroleh bahwa Keberadaan Punk sebenarnya di Masyarakat mendapat tempat yang kurang baik di Masyarakat karena ulah kebrutalan maraka sendiri. Lain halnya dengan Punk yang mampu menempatkan dirinya dengan baik di masyarakat juga mendapat tempat yang baik pula. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang masih belum memahami keberadaan para Anak Punk atau doktrin dalam masyarakat yang sudah memandang anak Punk sebelah mata. B. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penilitian yang diperoleh bahwa Kami sebagai peneliti mendapatkan beberapa informasi dan pelajaran yang mengejudkan dari mereka para komunitas Punk maupun dari Masyarakat. Tapi, berdasarkan penelitian ini hasil yang Kami peroleh bahwa Keberadaan Punk sebenarnya di Masyarakat mendapat tempat yang kurang baik di Masyarakat karena ulah kebrutalan maraka sendiri. Lain halnya dengan Punk yang mampu menempatkan diirinya dengan baik di masyarakat juga mendapat tempat yang baik pula. Selain itu, ada beberapa masyarakat yang masih belum memahami keberadaan para Anak Punk atau doktrin dalam masyarakat yang sudah memandang anak Punk sebelah mata. Jadi jawaban dari rumusan masalah Kami yaitu Mengapa aktivitas/ kreativitas punk dalam lingkungan masyarakat menimbulkan kontroversi ? karena doktrin yang ada dalam diri masyarakat bahwa anak Punk itu terkenal dengan kebrutalan dan etika mereka yang kurang baik serta penampilan mereka yang cenderung kurang enak dipandang dengan Tindik di berbagai bagian wajah, celana yang compang-camping, dll. Sehingga hal ini yang menimbulkan sentimen terhadap mereka. Padahal tidak semua anak Punk seperti demikian seperti yang Kami amati bahwa mereka yang berkumpul untuk mendapatkan teman berbagi, bisa menerima mereka apa adanya, mengajarkan mereka kemandirian dalam hidup. Jadi yang menyebabkan kontrioversi adalah diktrin berlebihan akan keburukan anak Punk dari masyarakat. Berdasarkan rumusan masalah yang telah Kami dapatkan hasilnya atau jawabannya hipotesis yang Kami ajukan benar adanya karena diperkuat pula dengan beberapa kajian pustaka yang telah kami bahas bersama. BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama. 2. Aktivitas/Kreativitas Punk menimbulkan Kontroversi karena doktrin yang ada dalam diri masyarakat bahwa anak Punk itu terkenal dengan kebrutalan dan etika mereka yang kurang baik serta penampilan mereka yang cenderung kurang enak dipandang dengan Tindik di berbagai bagian wajah, celana yang compang-camping, dll. Sehingga hal ini yang menimbulkan sentimen terhadap mereka. B. SARAN Sebagiai peneliti Kami menyarankan kepada masyrakat, sebelum kita mengambil sebuk kesimpulan dan melakukan tindakan sebaiknya selidiki dulu seluk-beluk suatu problema. Karena ada kalanya suatu yang bernampak buruk di luar tidak berdampak buruk sesungguhnya ataupun sebaliknya.