Senin, 15 Februari 2021

2th Terberat

19 Januari 2019
_Tempat Tunggu Ruang Operasi

Ini bukan pertama kalinya Saya mendengar Kata Operasi dalam hidup Saya. Yang pertama adalah ketika Tante melakukan Operasi Cesar untuk anak pertamanya di RSA. _______. Dan yang kedua adalah Ketika Kakek Aji atau Suami dari Saudara Nenek Saya yang sering Kami sebut dengan Aji Tua, melakukan Operasi Prostat di RSUD. _______ ____. Untuk operasi Tante, Saya tidak terlalu takut karena hanya mendengar semua kabar melalui Via telfon. Karena waktu itu Saya masih kuliah, dan ketika hari Tante operasi Saya seharian full di kampus. Jadi, Saya datang dalam keadaan Tante sudah sadar dan bocah kecilnya sudah dalam kotak inkubasi. Kalau hari Operasi Aji Tua sebenarnya Saya juga berharap jadwal Saya full di Sekolah dan tidak harus menunggu di ruang tunggu operasi. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya Saya harus bergegas pulang karena Aji Tua dan seluruh keluarganya adalah orang jauh dan tidak tau bagaimana konsidi Makassar. Mereka semua adalah orang dari Sulawesi Tenggara sehingga Saya harus mendampingi Mereka. Sekitar jam 9 lewat, Saya langsung meninggalkan sekolah karena tugas sudah bisa dialihkan kepada teman Saya. Dan juga dari pagi Saya juga sudah terus-terusan ditelfonin Tante, karena ada beberapa hal yang dibutuhkan pihak rumah sakit yabg harus dicari di luar sementara Mereka tidak ada yang tau hari kemana dan bagaimana. Bisa bayangin bagaimana kondisi Saya saat itu yang sangat takut dengan kata operasi tapi harus berlari keluar masuk ruang operasi untuk berbicara pada pihak rumah sakit. Kalau Saya ingat-ingat rasanya seperti dada Saya kembali sesak. 
Kemana Mama tidak menemani keluarganya, itukan keluarga dari Dia ?? 
Mama Saya, baru saja sekitar 4 hari keluar dari RS. __________ karena penyakit maagnya kambuh. Entah sudah beberapa bulan ini Mama Saya juga keluar masuk rumah sakit karena penyakit maagnya sering kambuh dan tidak bisa lagi ditoleril dengan obat minum. Jadi harus keluar masuk rumah sakit untuk kontrol. Sebenarnya ada yang membuat aneh dalam penyakit Mama, kerena Mama tetap minum obat dari dokter tapi sakitnya juga masih sering kambuh. Sudah dibawa juga kesegala tempat dokter praktik tapi hasilnya tetap sama hanya penyakit maag. Sampai pada akhirnya salah satu Om memutuskan untuk Mama dibawa ke kampung untuk mencoba obat tradisional. Saya memutuskan mengikuti saran itu, sekitar semingguan Saya di rumah saudara nenek. Untuk mengajak Mama berobat, itu dalam kondisi bulan Ramadhan. Bapak terpaksa harus mengurus segala menu buka puasa dan sahurnya sendiri. Bapak bilang "bawa Mama kemana saja yang penting Dia sembuh" berbekal kata ini Saya siap membawa kemanapun. Sekitar seminggu berobat kondisi Mama membaik, Kami memutuskan pulang karena kasihan juga Bapak bulan Ramadhan cuma bertiga. Belum cukup 2 hari di rumah, Mama kembali tidak dapat menahan sakitnya. Saya tiba-tiba teringat pesan orang mengobati "kalau sampai rumah, dan Mama merasa sakit lagi langsung bawa kedokter siapa tau Allah kasih lihat sakit yang sebenarnya"
Malam itu juga Saya memutuskan membawa Mama ketempat praktik dokter yang selama ini menanganinya di rumah sakit. Kebetulan tempat praktik itu diketahui Adik Saya, yang juga pernah praktik di rumah sakit Mama sering dirawat. 

Yang membuat Kami semua kaget malam itu adalah hasil USG pemeriksaan yang mengatakan bahwa yang membuat Mama sering kesakitan bukan karena maag, tapi karena penyakit Batu Empedu. Dan itu sudah tidak bisa dihancurkan dengan obat karena sudah besar. Saya langsung menyangga perkataan dokter "bagaimana bisa Dok ? Kenapa langsung membesar, belum cukup sebulan Mama Saya dirawat di rumah sakit oleh dokter dengan segala macam pemeriksaan USG juga. Katanya tidak ada apa-apa, ini hanya penyakit maag saja. Lalu kenapa tiba-tiba ada Batu Empedu yang besar". Kita semua terdiam dalam satu ruangan, karena Dokter juga merasa heran dan tidak percaya. "Nak, ini harus dilakukan operasi. Saya kasih rujukan dari klinik ini langsung ke UGD rumah sakit Kita yah".

Dengan hati hancur dan mata berkaca. Yang tak mungkin Saya tampakan didepan Mama, Saya mengiyakan sambil melihat ke arah Mama yang masih sangat terlihat santai dengan keputusan Dokter. "siapa tau ini jalan Alla supaya Saya sembuh Nak, Dan tidak dikasih sakit lagi". Saya tidak ingin membuat Mama takut dan khawatir, karena Dia pasti tau Saya takut dan khawatir sampai bilang begitu. Hanya menjawab "okey"

Kami lalu pulang kerumah, Saya langsung memilih masuk kamar. Dan terdengar lirih dari luar Mama, menjelaskan hasil pemeriksaan pada Bapak. Sementara Saya dikamar meraung-raung penuh air mata, tapi tanpa suara. Bagaimana hancur Saya kembali mendengar kata operasi untuk yang ketiga kalinya. Harinya tiba Saya membawa Mama ke UGD rumah sakit untuk mendaftar dalam antrian operasi. Tapi, sebelum itu Kami diberikan ruang perawatan dulu sambil menunggu jadwal Dokter Bedah Digestif. Karena kebutulan rumah sakit rujukan Mama tidak ada ahli Bedah Digestif. Berhari-hari Kami menunggu, Mama sudah melakukan pemeriksaan lengkap kembali USG, CT-Scan. Setelah sekitar seminggu akhirnya ada kabar bahwa hari ini Dokter yang ditunggu akan datang, tepat setelah sholat ashar dokterpun datang dan memeriksa. "okey, siap yah Buk'. Besok Operasi". Dengan rasa takut dan gemetaran Saya mengucapkan "alhamdulillah" karena yang ditunggu semigguan akhirnya tiba. Sekalian membuat dada Saya semakin tidak karuan. 
Tiba-tiba seorang perawat datang memanggil Saya. "De' Dokter mau bicara dengan Kita". Di tengah dada Saya yang tidak karuan, Saya lalu berjalan ke ruang perawat sambil bertanya-tanya "ada apalagi ini Ya Allah". Firasat Saya benar ternyata ada lagi yang lebih mengagetkan. Mama diputuskan untuk tidak bisa melakukan operasi di rumah sakit ini. Karena ada satu lagi pemeriksaan yang harus dilakukan karena dari pemeriksaan CT-Scan ada yang tidak jelas. Terpaksa harus dirujuk ke rumah sakit yang menurut Saya waktu itu adalah hanya untuk orang-orang yang sakitnya sudah sangat parah. Ditempat itu juga didepan Dokter air mata Saya menetes "De' jangan nangis tidak apa-apa, cuman dipindahkan karena alat disini tidak ada, Mama tidak apa-apa. Disana juga lebih bagus alatnya kalau untuk Operasi".

Saya yang berjalan kekamar Mama, sambil menahan air mata. Akhirnya tumpah pada saat Saya menjelaskan ke Mama. Saya tidak lagi dapat membendung air mata depan Mama dengan keputusan Dokter ini. Kekuatan Saya, menjaga air mata berbulan-bulan didepan Mama akhirnya tidak bisa Saya tahan. Saya menangis sejadi-jadinya didepan Mama, mempertanyakan ujian Allah ini sampai kapan. Ditambah lagi pada saat kabar ini datang posisi Saya hanya berdua dengan Mama. Saya makin merasa sendirian, "dimana kalian semua sekarang, Saya dan Mama lagi seperti ini" gumam Saya dalam hati. 
Singkat cerita Kami pulang ke rumah. Layaknya orang-orang pulang dari rumah sakit harusnya bahagia. Ini justru terbalik dalam hati Saya "bagaimana nanti di rumah sakit itu yah ?
Saya belum pernah mengurus sanak saudara atau keluarga disana ? 
Bagaimana pemeriksaan Mama selanjutnya disana ?"
Untuk sedikit mengatasi kegelisaan saat mencoba mencari tau tentang Dokter Bedah Digestif. Lalu Saya menemukan bahwa Dokter Spesialis ini hanya ada 9 orang di provinsi ini. Dan di rumah sakit rujukan Mama ini ada beberapa. Tapi, kebetulan ada salah satu teman Mama yang suaminya pernah dioperasi oleh Dokter yang kebutulan meminta Mama dirujuk ke rumah sakit tempatnya memeriksa. Saya akhirnya sedikit merasa legah, karena teman Mama sudah bicara dengan Dokter yang akan memeriksa Mama nanti. Harinya tiba Saya menemani Mama ke rumah sakit tersebut Kami menunggu seharian akhirnya kami bertemu Dokter dan langsung menanyakan ini Keluarganya Pak Rahmat, "iya, Dok". Yang kemarin rujukannya Saya minta kesinikan. Satu bulan berjalan, hampir setiap hari Saya berdua Mama bulak-balik RS, karena ini rumah sakit terbesar di kota ini. Hanya satu pemeriksaan selesai sehari, begitu terus sampai hampir 2 bulan akhirnya Mama bisa melakukan pemeriksaan MRI. Hasil pemeriksaan MRI keluar sekitar 5 atau 6 hari, dari 2 bulan semenjak Mama dirujuk ke rumah sakit itu baru kali ini Kita bisa tinggal dirumah seharian. Biasanya setiap hari selama hampir 2 bulan, Kami berangkat jam 7 pagi dari rumah dan pulang jam 3 atau 4 sore. Selama pemeriksaan Mama hampir 2 bulan, Kami hanya sekali bertemu Dokter yang merujuk Mama kesini. Selebihnya Kami bertemu asisten Dokter atau Dokter lain.

Setelah hasil MRI keluar dan diperiksa oleh ahli Bedah Digestif, selanjutnya Mama diputuskan untuk bertemu Dokter Anastesi. Setelah Dokter Anastesi melihat hasil pemeriksaan, ternyata penyakit Diabetes Mama menggangu sehingga harus dinormalkan dulu. Dikirim lagi Kita pada Poli Spesialis Penyakit Diabetes setalah bulak-balik hampir seminggu, akhirnya normal. Kami diputuskan untuk pemeriksaan lagi di Poli Bedah Digestif, yang membuat Saya dan Mama bersyukur adalah katanya ada perubahan pada Batu Empedu Mama. Jadi, sebaiknya berobat saja dulu. Dengan Mata yang berbinar, Hati yang luar biasa bahagia. Sambil mengantri obat di apotik Saya tidak berhenti senyum-senyum sendiri. Rasanya seperti dada Saya yang selama ini ditimpah batu besar, telah diangkat hari ini. "Alhamdulillah"

Sekitar beberapa bulan berjalan akhirnya Kami bisa merasakan mudik lagi. Setelah pas lebaran Idul Fitri kemarin untuk pertama kalinya Kami memutuskan tidak mudik, karena konsidi Mama yang harus kontrol terus. 
Mama memang tidak lagi merasakan sakit pada area perutnya. Tapi, ada yang aneh karena satiap Mama ketemu keluarganya. Mama dibilang kulitnya menghitam dan kurus, "iya, hitam mungkin karena sering Saya garuk tidak tau kenapa Saya selalu gatal diseluruh tubuh".
Saya lalu memperhatikan, setiap hari bahkan dalam keadaan tidurpun Mama terus menggaruk sekujur tubuhnya, berarti ada yang salah ini. Saya mencoba menyampaikan ke Mama
"Ma' kenapa gatal terus ??"
"mungkin karena minum terus obat gula"
"Ma' nanti kalau kontrol sama Dokter Rudi, tanyakan rasa gatal yang dirasa. Siapa tau ada obat lain yang cocok"
"iya, nanti kalau Kita sudah pulang, dan Saya kontrol"

Belum sampai waktunya Kita pulang, karena libur semester belum selesai. Kami memutuskan pulang hari itu juga karena Mama secara tiba-tiba sakit perutnya kambuh. Saya tidak tau seperti apalagi hati dan kepala Saya, "kenapa ini ?? Ada apa lagi ini Ya Allah ?? Kenapa muncul lagi sakitnya ??"
Sesampainya dirumah, Saya lalu mempersiapan lagi semua berkas pemeriksaan Mama. Untuk besok dibawa ke Puskesmas, sesampainya di Puskesmas Kami sebenarnya ingin langsung meminta rujukan ke rumah sakit tempat Mama diperiksa terakhir. Tapi, kata pihak Puskesmas tidak bisa. Kita harus melewati dulu rujukan ke faskes rumah sakit setelah Puskesmas, kebetulan Mama dirujuk ke RS. ______ . Dan di rumah sakit itu ada saudara tetangga yang bekerja, bisa mengambilkan Mama nomor antrian. Sesampainya disana Kami bertemu dengan Dokter yang minta Kami untuk kontrol lagi. Dalam fikiran Saya, kalau hanya kontrol begini terus tidak akan ada jalan keluar. Akhirnya Saya memutuskan untuk berhenti dir umah sakit tersebut. Sekitar sebulan lebih berjalan, Saya memutuskan lagi untuk mencari tau tempat Dokter Ahli Bedah Digestif yang memeriksa Mama di rumah sakit beberapa bulan lalu. Melalui internet, Saya mendapat informasi bahwa salah satu rumah sakit tinggkat dua yaitu RS. __________. Memiliki dua Dokter Bedah Digestif yang secara bergantian setiap siang dan malam membuka Poli pemeriksaan di rumah sakit tersebut. 

Kami memutuskan untuk kembali meminta rujukan dari Puskesmas terdekat untuk ke rumah sakit tersebut. Dan "alhamdulillah" rujukan Mama betul-betul ke rumah sakit yang Kita inginkan. Siang itu juga Adik Saya, membawa rujukan Mama untuk didaftarkan di Poli rumah sakit itu. Belum sampai Adik Saya di rumah, tiba-tiba dikabarkan bahwa malam ini Poli Bedah Digestif tidak dibuka. Karena Dokter tidak datang. 
Keesokan harinya, Adik Saya lalu mendaftar lagi dan setelah sholat magrib Saya dan Mama lalu ke rumah sakit itu. Dan begitu kagetnya Saya dan Mama, karena ternyata Dokter yang akan memeriksa Mama adalah Dokter yang memang Saya harapkan. Dokter yang memeriksa Mama di rumah sakit nomor satu waktu itu. Kagetnya lagi Dia masih mengenali Saya, selain karena waktu itu Dia tau Kita keluarganya Pak Rahmat. Dia juga tau Saya karena waktu Kita pertama kali ketemu mungkin, ada kejadian yang Saya alami dan Saya lakukan didepan Dokter.
"ini yang sama Mama dulukan di RS. _______, bagaimana Mama ?? 
"ini Saya bawa Mama lagi Dok' "
"kenapa ?? (Dengan muka aneh seperti bertanya-tanya)
"Mama, tidak jadi dioperasi dulu Dok' di RS itu. Saya juga tidak tau bagaimana intinya tiba-tiba setelah pemeriksaan anastersi, lalu gula. Kembali ke Poli Bedah Diges, katanya ada perubahan sebaiknya minum obat saja".
Masih dengan muka aneh, bertanya-tanya. 
"kenapa berhenti paksa pemeriksaannya ?"
"tidak Dok, memang Dokter di RS itu sudah kasih resep obat katanya kalau sudah tidak sakit sudah selesai berarti. Tapi, ini berbulan-bulan Mama rasa gatal terus badannya sama badannya juga makin menghitam. Jadi, Saya putuskan untuk pemeriksaan lagi. Mau minta rujukan lagi ke RS yang dulu tapi sudah tidak bisa, katanya harus lewat RS tingkat ini dulu".
"Jadi mau ke RS sana lagi ?" (Dengan ekspresi muka bercanda dan sedikit ketawa tipis)
"Dok', apa tidak bisa di RS sini saja ? Capek Saya Dok' di RS sana. Sekitar 3 bulan Saya sama Mama kesana-kemari tidak ada kepastian. Kasihan Mama seharian full duduk tidak tau apa jalan keluarnya" (Saya yang berbicara dengan mata berkaca-kaca, yang seandainya mata Saya berkedip pasti air matanya sudah jatuh) 
"bagaimana disini tidak ada alat MRI ?"
"Mama sudah MRI Dok' disana waktu itu, apa tidak bisa pake hasil itu saja Dok' ?"
"mana hasilnya, bawa tidak ? Sini Saya lihat"

Saya melihat Dokter membuka segala macam berkas pemeriksaan Mama, dari USG, CT-Scan, MRI. 
"Nanti Jumat Mama, masuk lewat IGD minta ruangan. Sabtu pagi Operasi"
Saya yang dulu setiap mendengar kata operasi, dadanya seperti ditindih benda keras. Malam ini justru merasa lega, entah karena apa. Mudah-mudahan ini jawaban dari semua perjuangan Kami selama 2 tahun. 

Pada hari ini Saya kembali menunggu didepan ruang operasi. Dengan perasaan yang jauh lebih tenang, jauh lebih santai dari sebelumnya Saya menunggu Aji Tua dan Tante Saya. Saya berfikir mungkin karena ini sudah yang kesekian kalinya dan Allah selalu memberikan hasil terbaik setiap kali ada kata Operasi dalam keluarga Kami. 
Mama masuk ruang operasi sekitar jam 10pagi, hingga pukul 12 lewat masih juga belum ada kabar atau tanda-tanda operasi Mama selesai. Setelah melakukan sholat Dhuhur, mulailah dada Saya menjadi sesak, kepala seperti orang keliyengan, pusing dan melayang-layang. 
"ada apa ini ?? Kenapa lama sekali Mama operasi ?? Perasaan kemarin Tante dan Aji Tua sebentar doangk. Ada apa Ya Allah"
Kalimat-kalimat itu terus berputar dikepala Saya, sampai Say tak sadar terduduk dilantai tepat depan pintu ruang operasi. Beberapa keluaraga menghampiri Saya, dan juga duduk didekat Saya. Mereka juga tidak ada yang berkata apa-apa hanya duduk terdiam menatap pintu ruang operasi. Saya juga memilih untuk tidak berkata apa-apa karena, takut jika Saya justru menangis. Sampai akhirnya waktu sholat ashar tiba, Saya memutuskan untuk segera ke musholla rumah sakit untuk sholat. Dengan sholat Saya bisa menumpahkan rasa sesak didada Saya, Saya juga bisa meneteskan air mata Saya sedikit tanpa dilihat orang.
Setelah sholat Saya bergegas. Dan "alhamdulillah" keluarga Saya mengabarkan kalau Mama sudah dipindahkan di ruang ICU, tapi belum bisa dijenguk nanti sekitaran jam 5. Dan harus masuk secara bergantian.
Terimakasih Ya Allah

Sebenarnya ada beberapa cerita yang singkat keruwetan dan kerepotannya. Seperti sebelum masuk rumah sakit hari jumat itu ada beberapa yang harus diurus dipuskesmas. Belum lagi beberapa Dokter atau Klinik Praktik yang Kami datangin untuk mencari jawaban sakit Mama yang sebenarnya.
Saya selama Mama di RS dan Kontrol kiri kanan, Saya memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Masuk sekolah kadang seminggu 1kali, seminggu 2kali. Bahkan pernah hampir full tidak masuk. Saya juga waktu itu sudah pasrah kalau pihak sekolah memutuskan untuk mencarikan Saya penganti. 
Selain itu Saya juga mau bilang Terimakasih untuk beberapa teman yang sudah memberikan waktunya menggantikan Saya, dalam setiap kelas yang tidak Saya hadiri.

21 Februari 2019

Sebulan lebih sehari. Ehh,, hampir 2 hari deh, krna ± 2jam lagi sudah 22 Februari 2019

"Alhamdulillah"
Semakin membaik. Sedikit demi sedikit mulai melakukan aktivitasnya lagi. 
"Tidak boleh Full yah Mamakee"
"Selama Saya masih bisa mengerjakan, selama Saya masih ada"
"Kalau Saya tidak adapun, tolong kerjakan yang semampu Kita. Yang sering Saya tegurkan jangan !! yang berat-berat jangan"
"Kalau tdak ada yang mau kerjakan biarkan seperti itu"
Seperti itulah kira-kira isi pesan Saya kepada Mama setelah Dia melakukan operasi sebulan lalu. Tapi, pesan ini tidak Saya sampaikan secara langsung. Kalau tidak salah Saya memasangnya lewat Story Whatsap, yang kemudian Saya meminta Adik bungsu Saya untuk meminta Mama membacanya. Karena Saya tidak tau bagaimana menyapaikannya, karena semenjak operasi itu Mama sekarang lebih sensitif.
Dokter memang pernah menyampaikan kepada Saya bahwa "Nak' banyak sabar yang, karena biasanya itu setelah operasi orang akan lebih cepat marah, dan tersinggungan".
Tante Nuri juga pernah menyampaikan hal yang sama
"Nak' bagaimana Mama ??"
"alhamdulillah, sudah baik Tante. Sudah bisa jalan-jalan dan beraktifitas sedikit. Walaupun masih ada selang dan kantung diperutnya"
"Nak' harus belajar ikhlas yah, urus Mama. Harus banyak-banyak sabar dan istigfar karena setelah operasi itu Batu Empedu itu. Biasanya orang jadi sensitif, apa-apa marah, apa-apa jengkel. Kasih tau Bapak sama adek-adek juga".
Seperti itulah kira-kira obrolan Saya dengan Dokter dan Tante Nuri yang berpengalaman dibidang ini. 
Makanya sebulan ini Saya lebih memilih untuk selalu mengiyakan dan mengamati apa yang terjadi disekeliling. Saya takut untuk menyampaikan pendapat apalagi berargument dengan orang-orang dirumah, karena takut Mama yang merasa.

2 hari lagi, Saya pamit liburan yah mamakee. Ingat paket liburan Saya ini, awalnya tidak mau Saya ambil karena mempertimbangkan kondisi Mama yang belum stabil. Akibat operasi bulan lalu. Tapi, diam-diam Mama yang mengiyakan. Kenapa bisa Mama yang mengiyakan, padahal inikan paket liburan sekolah ?
"Mama, juga baru dapat informasinya minggu lalu. Katanya dari Kepala Sekolah PAUD Insan Manfaat yang merupakan salah satu sekolah dari Rumah Gerakan Berbuat Baik (RGBB). Bahwa ada beberapa Tenaga pengajar dari beberapa Yayasan yang akan diajak liburan ke Bali, salah satunya anaknya Kita. Tapi, Dia tidak mau karena katanya Kita baru habis operasi.
Mama juga merupakan salah satu anggota dari RGBB, jadi sedikit banyak Mama tau orang-orang dalam lembaga tersebut. Dari Merekalah Mama dapat informasi itu dan langsung "Mengiyakan" tanpa memberitahu Saya. "daftarkan saja namanya Ibu, nanti Saya kasih tau Dia. Saya sudah bisa beraktifitas sekarang, sudah bisa kerja pelan-pelan. Dia butuh liburan itu, kasihan Dia berbulan-bulan urus Saya terus".
Begitulah kira-kira inti percakapan Mama dengan temannya.

Sebenarnya liburan ini ditawarkan pihak Yayasan kepada Saya, tepat hari pertama Saya masuk sekolah setelah izin untuk jagain Mama di rumah sakit sekitar semingguan lebih. Tapi, Saya memilih  untuk merahasiakan dan tidak menerimanya karena tau pasti Mama akan terima dan mengizinkan Saya liburan. Padahal Saya belum tau bagaimana kedepan kondisinya paska operasi.

Namun, jauh dilubuk hati Saya. Saya sebenarnya memang sudah sangat ingin liburan 2 tahun ini rasanya berat sekali. Sumpek sekali, rasanya ujian tidak berhenti-berhenti untuk keluarga Kami. Setelah operasi Mama berhasil sebenarnya liburan sudah Saya rencanakan. Saya pokoknya harus liburan tahun ini. Kemanapun itu !! 

Tapi, masih Saya fikirkan waktunya karena melihat kondisi Mama. Saya liburan setelah Mama betul-betul sehat deh, atau paling tidak Mama tidak harus kontrol lagi ke rumah sakit. Begitu Saya ditawarkan dari Sekolah untuk liburan ke Bali, Saya senangnya luar biasa. Mungkin ini jawaban doa Saya, yang Saya rencanakan untuk liburan.
"Tapi, kenapa dikasih sekarang Tuhan ?? Mama Saya belum sembuh total. Kontrolnya di rumah sakit juga belum selesai".
Sekitar kurang lebih 3 harian Saya memikirkan ini, "kenapa sekarang tuhan ? Tidak bisa diudur tuhan sampai Mama sehat, atau paling tidak Mama selesai kontrol". Ini terus berputar dikepala Saya, sampai pada hari dimana keputusan Saya dipertanyakan lagi pihak sekolah. 
"Bagaimana mau ikut liburan ?"
"tidak deh kayaknya Kak'. Soalnya Mama baru beberapa hari pulang kerumah setelah operasi, kasihan".
Begitulah kira-kira jawaban singkat Saya menolak, perjalanan yang selama ini Saya mimpi-mimpikan. Karena Bali adalah salah satu tempat yang ingin Saya kunjungi dari beberapa list daerah yang menarik menurut Saya. Dengan hati penuh tanya, "benar tidak yah, Saya menolak ini. Apa bisa nanti ada tawaran seperti ini lagi". Sebelum melangkah keluar dari sekolah hari itu, Saya yakinkan hati Saya atas pilihan penolakan itu. Karena kalau tidak sesampainya dirumah akan terlihat ekspresi Saya yang tidak baik-baik saja. Dan Saya tidak mau Mama melihat itu. 

Perjalan ke Bali saya lupakan, Saya kembali fokus mengurus Mama. Dan benar adanya kesabaran Saya diuji, keikhlasan Saya diuji. Mama menjadi super duper sensitif akan semua hal. Semua hal yang saya lakukan seakan tidak ada yang benar, Saya selalu dipersalahkan atas apa yang terjadi. 
Fikiran Saya Super Penuh
Lelah Saya Puluhan kali Lipat 
Sedih Saya jangan ditanya
CemburuKuu apalagi
Saya selalu merasa sendirian. Beberapa minggu ini Saya sering sekali menangis sendirian. Seperti merasa diri Saya tidak dianggap. Saya mempertanyakan "inikah jawaban atas penolakan liburan Saya untuk merawat Mama. Kalau tau begini mendingan Saya menerima untuk berangkat ke Bali".
Beruntungnya Saya sebelum semua terucap lisan dan terdengar sama Mama, Saya lalu teringat pesan Dokter dan Tante Nuri. Yang sudah menjalaskan hal ini kepada Saya, jadi ketika merasa kecewa Saya bisa membawa ke Kata "memang begini, Mamakan habis operasi"
Terimakasih Dokter dan Tante, sudah memberi tahu Saya diawal. Kalau tidak, Saya tidak tau mau membawa kemana semua ini. 

"ini hanya sementara, karena Mama habis operasi. Tenang !!"

Pukul 10.15am tanggal 21 Februari 2019
Tiba-tiba handphone Saya berbunyi. Saya tipekal orang kalau hanya Chat dan bukan telfon, Saya suka menunda-nunda untuk mengambil atau mengecek handphone. Apalagi kalau Saya memang lagi tidak memegangnya. "cuman chat, tunggu dulu deh. Selesaikan pekerjaan ini dulu".
Beberapa menit kemudian Saya baru membuka, dan ternyata itu adalah chat dari sekertaris RGBB yang meminta untuk difotokan KTP Saya. Karena mau memesan tiket untuk keberangkatan ke Bali. Saya membaca itu tidak langsung membalas, malah langsung mempertanyakan ke Mama Saya. 
"halo Ma'.. Siapa yang kasih nomor Saya ke Tante Marni. Kenapa katanya Saya masuk daftar perjalanan ke Bali padahal Saya tolak"
"oh,,  Saya lupa kasih tau. Itu Mama yang daftar lewat Bunda Hj. Upi minggu lalu"
"ih,, kenapa didaftar kontrolnya Kita belum selesai. Itu saya tolak karena belum sepenuhnya sehat".
"Berangkatlah, Mama sudah sehat. Mama tau kondisi badannya Mama, kalau tidak bisa dikerjakan. Pasti berhenti. Mama tau apa yang bisa dikerjakan dengan konsisi Mama sekarang dan apa yang tidak"
Saya yang dalam kondisi berdiri langsung terduduk diam. Mau nangis tapi malu banyak orang. Mungkin ini rencana dan jawaban Allah atas doa-doa Saya. Ternyata rencana-Nya Lain, Saya dikasih Paket Liburan sekarang.
Alhamdulillah !!!
Tuhan tau kapan sebenarnya waktu yang Kita butuhkan untuk liburan.
Tuhan pasti kasih kalau memang sudah waktunya. 
Tuhan melihat seberapa besar usaha dan kesabaran Saya, atas ujian ini. 
Tuhan tau segalanya, semua terjadi atas izinnya.

Setiap Kita merasa sumpek dan lelah. Sebenarnya Kita bukan butuh Liburan, tapi butuh Kepercayaan Lebih atas ketetapan Allah. 

Mudah"an Saya bisa lebih Sabar setelah liburan, lebih tenang, lebih happy

LoVe You MamaKe
LoVe You BapakKe
24 Februari Saya berangkat !!! 


Cat:
Saya memanggil orang-orang dalam lembaga atau Yayasan dengan Panggilan Tante atau Bunda. Karena jauh sebelum Saya bergabung dan masuk dalam Yayasan, Saya sudah mengenal Mereka. Dan Mereka juga tidak mau dipanggil dengan sebutan Ibu seperti kadang para petinggi-petinggi di sebuah Lembaga atau Yayasan. Mereka lebih nyaman dipanggil Bunda.
Panggilan Ibu itu terlaluuu ah sudahlah.. 
Apalagi untuk Kepala Yayasan Saya di BF, senangnya di Panggil Kakak atau Bunda. Tidak mau dipanggil Ibu. Bahkan di beberapa usahan yang didirikan juga Pegaiwanya tidak memanggil Dia Ibu atau Bos. Mungkin itu juga sebabnya Kami senang ngobrol dan bicara santai dengan Beliau-beliau 😊 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar