Sabtu, 13 Februari 2021

Senyumin Saya

Bismillah
Assalamualaikum 
Nama Saya Afsheen..

Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Saya tinggal disalah satu Kabupaten yang cukup besar di sebuah Provinsi. Jangan mencari Saya, karena Saya hanya tokoh fiktif yang dibangun penulis untuk menempatkan karakter penulis yang memilki sikap seperti dalam cerita ini. 

Sheen begitu orang-orang disekitar memanggil nama Saya. Kecuali kedua adik Saya dan orang tua Saya, mereka memanggil Saya dengan panggilan Kakak. Kakak dimana ?? Kakak Makan yuk !! Kakak lagi bikin apa ?? 
Saya adalah orang dengan karakter atau sifat yang tidak mampu bercerita secara detail. Saya bercerita jika hanya ada pertanyaan atau dimintai pendapat. Ditanyapun terkadang Saya hanya menjawab seadanya dan tidak suka jika pertanyaan itu diulang-ulang terus untuk ditanyakan. Kalau dimintai pendapat itu hobbynya Saya, Saya akan berbicara semua sesuai apa yang ada dipikiran Saya. Masalah Kalian mau mengikuti pendapat Saya atau tidak itu urusan Kalian yang penting Saya sudah menyampaikannya. 

Orang-orang sering mengatakan kalau Saya Si pelit kata atau Mrs Titik. Kenapa begitu, karena katanya terkadang orang masih ingin mendengarkan jawaban dari Saya atau menganggap itu masih nada kata yang akan diakhiri dengan tanda baca koma. Saya malah langsung memberikan tanda baca titik. πŸ˜…πŸ˜…πŸ˜…

Bagi Saya kamar adalah tempat ternyaman Saya. Karena apapun yang Saya lakukan tidak akan ada yang memberikan pertanyaan atas tindakan atau apa yang Saya lakukan. Saya bisa saja seharian di kamar kalau memang tidak ada urusan atau kerjaan di luar rumah. Nenek saja terkadang sering memanggap Saya lagi tidak ada dirumah walaupun itu hari libur. Nenek selalu bilang "eh,, ada dirumah Saya kira pergi".
Saking malasnya Saya keluar untuk mengobrol dan bercengkrama. Kamar bahkan pernah Saya anggap sebagai kerajaan Saya, setiap masuk kamar Saya selalu bilang "welcome to my kingdom" πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚.

Saya sebenarnya bukan orang tidak tau ngobrol atau pendiam atau kaku. Saya adalah orang yang ramai dan cerewet. Karakter Saya yang tadi itu muncul kalau dalam beberapa hari Saya lagi pusing, ribet, sedih atau marah. Coba saja kalian tanyakan pada keluarga-keluarga Saya tentang karakter Saya, Mereka pasti akan berkata saya orangnya ramai dan ceplas-ceplos. Setiap ada acara keluarga pasti Saya sering dicari-cari kalau tidak adak, karena begini-begini kadang Saya juga bisa mengundang tawa Mereka. Tapi, susahnya Saya kalau lagi dalam sebuah masalah Saya akan sangat jelas terlihat dalam tingkah laku Saya. Untuk keluaraga inti Saya pasti Mereka sudah tau kalau Saya pulang dalam keadaan tanpa ekspresi berarti Saya akan tidak terlihat untuk beberapa hari atau hanya terlihat tapi tidak ada suara. Mereka akan bilang "wah,, televisinya rusak lagi nih. Ada gambarnya, tapi suaranya nggak keluar"

Seperti itulah Saya, Saya tidak tau bagaimana menceritakan keadaan Saya terhadap orang lain disekitar Saya. Dipancing untuk memulai berbicarapun, Saya akan menjawab seadanya, tidak menjelaskan secara detail. Bahkan terkadang jika ditanya Saya hanya menjawab "tidak apa-apa, cuman kecapean saja kayaknya".
Saya berharap dengan jawaban itu tidak ada pertanyaan lagi selanjutnya, karena Saya tidak suka membagi cerita sedih, marah atau kecewanya Saya pada orang lain. Jangankan cerita sedih, marah dan kecewa. Bahagia saja terkadang Saya juga tidak mampu untuk menceritakannya. Mungkin karena itulah kenapa Saya sangat suka menulis. Dengan menulis rasanya Saya bisa menyampaikan segala sesuatunya jauh lebih jelas, jauh lebih detail dan jauh lebih lega. Kalau Saya bercerita tentang hal sedih, marah atau kecewa rasanya rasa itu dua kali lipat lebih membara. Bukanya malah lebih tenang malah makin membuat Saya kalut. Begitu juga dengan bercerita tantang bahagia, kalau Saya bercerita hal itu seperti membuat Saya sedang diatas puncak dan tidak akan ada mampu menyaingi Saya dalam artian sikap sombong dan sesumbar Saya semakin Kuat.
Itulah alasannya Saya lebih memilih untuk banyak menulis. Marah, sedih, kecewa dan bahagia banyak Saya tuliskan daripada Saya sampaikan kepada oranglain. Bagi Saya dengan menulis, Saya tidak perlu mengajak orang lain untuk merasakan apa yang Saya rasakan apalagi itu tentang kesedihan, amarah atau kekecewaan. Biar Saya saja yang merasakan semua itu tidak perlu orang lain. Bagi Saya, ketika Saya menceritakan apa yang membuat Saya sedih, marah dan kecewa berarti Saya mengajak orang lain untuk ikut marah dan kecewa pada orang yang membuat Saya seperti itu. Itu sangat tidak baik menurut Saya, itu berarti Saya menghasut orang lain untuk membenci orang itu. "Jangan sampai Ya Allah, Diamkan Saya terus seperti ini jika Saya sedih, marah dan kecewa. Saya tidak mau menjadi penyebar sikap buruk oranglain". 

Saya sangan mensyukuri sikap diam dan tidak banyak bicara ini. Karena akan membuat Saya semakin tenang dan tidak perlu harus berekspresi berlebihan. 

Bahkan dengan orang yang membuat Saya sedih, marah dan kecewapun kadang Saya hanya mengangguk dan mengiyakan. Membela diri Sayapun kadang Saya tidak mampu. Kalau kemampuan membela diri ini sebenarnya sering membuat Saya kecewa pada diri Saya sendiri. Karena terkadang Saya merasa membenarkan apa yang salah ketika tidak mampu membela diri. Bahkan terkadang Saya yang meminta maaf agar semuanya tidak berlanjut. Kalian pernah baca kisah (KARENA JANJI) bagaimana pasrahnya Saya untuk semua hal dalam hidup Saya. Yah, seperti itulah Saya bagaimana ketidakmampuan Saya dalam bercerita atau membela Diri dan itu terjadi sampai hari ini. Difikiran Saya, ketika Saya ngotot untuk membela diri. Saya justru akan menimbulkan kemarahan Saya yang seharusnya tidak perlu. Saya tidak mau membela diri dalam keadaan sedih, marah atau kecewa. Saya lebih memilih mundur menenangkan diri, pembelaan dalam keadaan sedih, marah dan kecewa itu bukan pembelaan bagi. Itu berarti Saya membenarkan diri Saya dan menantang orang tersebut.  

Bagi Saya, Saya tidak ingin melibatkan orang dalam kesedihan, kemarahan dan kekecewaan. Dengan bercerita kepada Mereka pasti Meraka juga akan merasakan apa yang Saya rasakan. Cukup Saya yang kecewa, cukup Saya yang marah dan cukup Saya juga yang sedih. Untuk tidak membuat orang disekitar Saya kecewa dengan sikap Saya yang kadang Saya tau pasti Mereka tau apa yang sedang Saya rasakan. Meraka bukanlah orang-orang baru dalam hidup Saya, Saya tau Mereka ketika melihat Saya diam berhari-hari pasti Saya ada sesuatu. Beberapa tahun terakhirpun Mereka sudah jarang bertanya kepada Saya kalau Saya pulang dalam keadaan lesuh, atau Saya tidak keluar kamar. Saya juga akhirnya menyadari, kalau Saya seperti ini terus pasti akan membuat Mereka khawatir. Untuk itu Saya mencoba cara baru dalam diri Saya, yaitu Senyum. Kenapa Saya memilih untuk Senyum karena ini terkadang Saya pakai ketika dalam keadaan Saya kecewa dan sedih sementara banyak orang sekitar yang memperhatikan. Dan Saya malu untuk menunjukan kekecewaan dan air mata Saya. Saya akan memilih untuk berdiri dan meninggalkan tempat tersebut sambil tersenyum padahal wajah Saya telah menyangga airmata Saya agar tidak terjatuh. 

Setiap pulang ke rumah apapun keadaan Saya, apapun kondisi pekerjaan Saya. Saya akan masuk pagar rumah dengan kata "assalamualaikum, sambil tersenyum"
Buka pintu rumah "assalamualaikum, sambil tersenyum"
Buka pintu kamar "assalamualaikum, dengan kondisi airmata sudah dipipih"
πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚ itulah Saya hingga hari ini. 

Dengan senyum tidak akan ada pertanyaan, Kenapa ??
Bagaimana hari ini ??
Kemana saja hari ini ??
Capek nak' ??
Begitu masuk rumah dengan Senyum, Mama Saya akan langsung membalasnya dengan senyum yang jauh lebih indah. Terkadang senyumnyalah yang membuat Saya makin tidak tega untuk masuk rumah dalam keadaan lesuh. Bertahun-tahun Saya perhatikan, begitu Saya masuk rumah dalam ekspresi lelah, kecewa atau sedih. Mama juga masih Senyum tapi Saya tau dibalik senyumnya ada berpuluh-puluh pertanyaan yang ingin ditanyakan. Tapi, Mama tahan untuk tidak membuat Saya merasa ditekan. Mungkin pilihan Senyum ini juga Saya dapatkan darinya. 
Mama cepat sekali belajarnya tentang karakter Saya yang tidak suka ditanyai secara terus menerus. Sehingga memilih Senyum setiap kali melihat Saya pulang, terkadang Dia juga bercanda tentang suatu hal tapi tidak lagi bertanya seperi dulu. Paling suka kalau Dia bilang "senyum saja, ketawa saja"

Betul adanya, sempai hari ini apapun kondisi Saya. Saya lebih nyaman untuk tersenyum.
Mendatakan pertanyaan yang susah dijawab dan dijelaskan tinggal ngomong "tidak apa-apa, lalu senyum"
Mendapatkan tugas atau tanggung jawab besar "iya siap, lalu senyum"
Sedih, Kecewa, Marah "berdiri tinggalkan tempat, sambil Senyum"
Begitu ditanya kenapa ?? Ada apa ?? "tidak apa-apa, lalu senyum"

Bagi Saya sekarang, Senyum itu selalu lebih mudah, daripada menjelaskan ada apa dan kenapa Saya sekarang ini. Dengan senyum ini Saya bisa tidak harus membawa Mereka atau orang-orang yang Saya sayang merasakan apa yang Saya rasakan. Cukup Saya yang menanggung sedih, marah dan kecewa. Mereka harus terus merasakan kebahagian. Begitu banyak perhatian, kasih sayang dan cinta yang mereka berikan. Masa Saya harus membagi kesedihan, amarah dan kekecewaan kepada Mereka. 

Biarkan kesedihan, amarah dan kekecewaan Saya. Saya bagikan dalam buku berteteskan air mata. Kenapa air mata karena Saya tipe orang yang kalau marah tidak tau berkata atau menyampaikan amarah Saya, lebih sering matanya yang mengeluarkan Kata daripada mulut Saya. Begitu juga dengan kecewa, Saya tidak akan mengeluarkan Kata, karena Saya tidak mampu. Air Mata adalah ungkapan amaran dan kekecewaan Saya. 
Ini juga salah Satu sebabnya Saya tidak mau bercerita kepada orang lain kalau Saya sedih, marah dan kecewa. Karena Saya tau Saya tidak akan bercerita tapi hanya akan mengeluarkan air mata. Belum ada beberapa kata yang keluar, air mata sudah ribuan tetes. πŸ˜…πŸ˜…πŸ˜…

Jadi, tolong kalau kalian sedang melihat Saya dalam kondisi sedih, marah atau kecewa jangan ditanya-tanya atau bahkan didekati.
Disenyumin saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar